Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Polemik Pupuk Bersubsidi

Kompas.com - 15/01/2024, 13:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MASALAH ketahanan dan swasembada pangan khususnya padi/beras di sektor pertanian menjadi “jualan kampanye” bagi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 14 Februari 2024 nanti.

Muhaimin Iskandar sebagai cawapres nomor urut satu dalam suatu kesempatan memberi pernyataan bahwa kelangkaan pupuk bersubsidi yang dihadapi para petani saat ini disebabkan tidak maksimalnya pabrik-pabrik pupuk berproduksi.

Kalau memang dibutuhkan, Indonesia perlu membangun lagi pabrik-pabrik pupuk baru.

Apakah persoalan dan masalah kelangkaan pupuk nasional sesederhana itu, sehingga solusinya cukup mendirikan pabrik-pabrik pupuk baru?

Sebagai seorang pemerhati pertanian, lingkungan dan kehutanan, saya mencoba untuk mengulik persoalan dan masalah kelangkaan pupuk sejak orde baru hingga saat ini.

Kapasitas produksi dan impor pupuk

Berdasarkan data tahun 2022, total kapasitas produksi pupuk oleh PT Pupuk Indonesia (Persero) beserta 10 anak perusahaannya tercatat sebanyak 13.752.500 ton per tahunnya.

Ditinjau dari jenis pupuk, urea menjadi jenis pupuk yang memiliki kapasitas produksi tertinggi dibandingkan pupuk jenis lain.

PT Pupuk Indonesia (Persero) melaporkan jumlahnya mencapai 9.362.500 per tahun. Anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero) yang memproduksi pupuk urea di Indonesia, antara lain PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, dan PT Pupuk Sriwidjaja Palembang.

Setelahnya, ada pupuk Nitrogen, Phospat, dan Kalium (NPK) yang kapasitas produksinya sebesar 3.120.000 ton per tahun.

Kemudian pupuk Zwavelzure Ammoniak (ZA) memiliki kapasitas produksi 750.000 ton per tahun. Kapasitas produksi pupuk SP-36 (pupuk dengan kandungan fosfor cukup tinggi dalam bentuk P2O5 sebesar 36 persen) sebesar 500.000 ton per tahun.

Sementara, kapasitas produksi pupuk ZK (Zwavel Kalium) sebanyak 20.000 ton per tahun.

Menurut Direktorat Jenderal Bea Cukai yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor pupuk sebanyak 6,39 juta ton pada 2022.

Negara asal impor pupuk terbesar adalah Kanada, Tiongkok dan Rusia. Indonesia juga banyak membeli pupuk dari Mesir, Yordania, Laos, Australia, Belarusia, Vietnam, dan sejumlah negara lainnya.

Indonesia banyak mengimpor pupuk, karena pupuk produksi lokal belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri.

"Kebutuhan pupuk di Indonesia harusnya 13 juta ton. Di Indonesia baru bisa berproduksi 3,5 juta ton," kata Presiden Jokowi, disiarkan situs resmi Presiden RI, Jumat (10/3/2023).

Jokowi juga menyebut, harga pupuk di dalam negeri tinggi karena pasokan yang terbatas. Dengan produksi lokal 3,5 juta ton dan ditambah impor 6,39 juta ton, Indonesia masih kekurangan pasokan pupuk sekitar 3 juta ton.

Adapun menurut data Bank Dunia, harga pupuk urea global sudah turun signifikan dalam setahun belakangan.

Pada April 2022, rata-rata harga pupuk urea yang menjadi acuan di pasar global sempat mencapai 925 dollar AS per ton, rekor tertinggi sepanjang sejarah. Namun, pada April 2023 rata-rata harganya menjadi 313,38 dollar AS per ton.

Petani Indonesia telah memperoleh subsidi pupuk sejak 2005 hingga sekarang. Sejak 2019, tren belanja subsidi pupuk Indonesia menurun dari Rp 34,1 triliun menjadi Rp 31,1 triliun pada 2020, dan terus menurun hingga Rp 25,3 triliun pada 2023.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Harapan Orangutan di Tengah Ancaman Kepunahan: Sains, Politik, Publik
Harapan Orangutan di Tengah Ancaman Kepunahan: Sains, Politik, Publik
LSM/Figur
Pulau untuk Dijaga, Bukan Dijual: Jalan Menuju Wisata Berkelanjutan
Pulau untuk Dijaga, Bukan Dijual: Jalan Menuju Wisata Berkelanjutan
Pemerintah
GAPKI Gandeng IPOSS untuk Perkuat Sawit Indonesia di Tingkat Dunia
GAPKI Gandeng IPOSS untuk Perkuat Sawit Indonesia di Tingkat Dunia
Swasta
Bioteknologi Jagung, Peluang Indonesia Jawab Masalah Ketahan Pangan
Bioteknologi Jagung, Peluang Indonesia Jawab Masalah Ketahan Pangan
Swasta
Peluang 'Green Jobs' di Indonesia Besar, tapi Produktivitas SDM Masih Rendah
Peluang "Green Jobs" di Indonesia Besar, tapi Produktivitas SDM Masih Rendah
LSM/Figur
IEA Prediksi Penurunan Permintaan Minyak Global Mulai 2030
IEA Prediksi Penurunan Permintaan Minyak Global Mulai 2030
Pemerintah
PGN Perluas Akses Internet di Lingkungan Kampus Unsri
PGN Perluas Akses Internet di Lingkungan Kampus Unsri
BUMN
Peta Baru Ungkap 195 Juta Hektar Lahan Potensial untuk Perbaikan Hutan
Peta Baru Ungkap 195 Juta Hektar Lahan Potensial untuk Perbaikan Hutan
LSM/Figur
Mata dari Langit: Bagaimana Penginderaan Jauh Bantu Selamatkan Bumi?
Mata dari Langit: Bagaimana Penginderaan Jauh Bantu Selamatkan Bumi?
LSM/Figur
16 Sistem Penambatan Bakal Dipasang untuk Jaga Terumbu Karang Raja Ampat
16 Sistem Penambatan Bakal Dipasang untuk Jaga Terumbu Karang Raja Ampat
Pemerintah
Picu Kerusakan Lingkungan, 2 Perusahaan Tambang Didenda Rp 47 Miliar
Picu Kerusakan Lingkungan, 2 Perusahaan Tambang Didenda Rp 47 Miliar
Pemerintah
Peringati HUT Ke-47, Pasar Modal Indonesia Serahkan Bantuan Ambulans untuk Masyarakat Papua
Peringati HUT Ke-47, Pasar Modal Indonesia Serahkan Bantuan Ambulans untuk Masyarakat Papua
Swasta
Satu Prompt ChatGPT Konsumsi Setengah Liter Air Bersih
Satu Prompt ChatGPT Konsumsi Setengah Liter Air Bersih
Swasta
KKP Ungkap Pendapatan Sektor Perikanan Indonesia Capai Rp116 Triliun
KKP Ungkap Pendapatan Sektor Perikanan Indonesia Capai Rp116 Triliun
Pemerintah
Menelusuri Jejak Kayu Ilegal lewat Forensik DNA, Harapan Baru dalam Penegakan Hukum Kehutanan
Menelusuri Jejak Kayu Ilegal lewat Forensik DNA, Harapan Baru dalam Penegakan Hukum Kehutanan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau