KOMPAS.com - Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Pribudiarta Nur Sitepu menilai, pengasuhan positif dan afirmatif bagi anak dapat mencegah pergaulan dan perilaku menyimpang.
Ia menyoroti maraknya kasus pembuangan dan penelantaran bayi dan anak terjadi karena tidak adanya kesiapan untuk menjadi orangtua dan memiliki anak, serta dukungan dari lingkungan yang positif dan suportif.
“Berkaca dari maraknya kasus kehamilan di luar nikah pada usia anak, maka menjadi penting bagi kita semua untuk terus mengedukasi terkait kesehatan reproduksi dan dampak panjang yang disebabkan, terutama pada anak dan remaja," kata Pribudiarta, dikutip dari laman KemenPPPA, Jumat (26/1/2024).
Kasus pembuangan dan penelantaran bayi maupun anak yang banyak ditemui, sebagian besar terjadi akibat pergaulan bebas yang menyebabkan kehamilan di luar nikah.
Untuk mencegah terjadinya pergaulan bebas dan godaan kesenangan semata tanpa memikirkan jangka panjang dampak yang ditimbulkan, ia menyebut pentingnya pengasuhan positif.
Sebagai upaya pencegahan, kedekatan dan hubungan positif antara orang tua dan anak menjadi kunci dalam memastikan kondisi dan lingkungan pergaulan anak yang konstruktif.
"Pengasuhan orang tua yang positif, berbasis hak anak, dan dukungan afirmatif pada anak-anak usia remaja yang tengah mengeksplorasi berbagai hal dan jati diri pun sangat penting sebagai panduan dan pelindung bagi mereka," imbuh dia.
Baca juga: Layanan SAPA 129 Tindaklanjuti 100 Persen Kasus Kekerasan Anak
Pribudiarta menekankan, kehamilan di luar nikah yang terjadi pada remaja dapat menimbulkan berbagai macam masalah dan kompleksitas. Kehamilan di usia remaja dapat menyebabkan dampak yang cukup serius pada kondisi fisik, sosial, dan psikologis.
Anatomi tubuh dan alat reproduksi remaja perempuan belum sepenuhnya terbentuk untuk mengakomodasi proses kehamilan dan melahirkan sehingga berisiko mengalami komplikasi medis, baik pada ibu maupun anak.
Perempuan yang melahirkan pada usia remaja berisiko mengalami eklamsia yang lebih tinggi, endometritis nifas, infeksi sistemik, hingga kematian pada ibu dan anak.
United Nations Population Fund (UNFPA) mencatat Obstetric Fistula sebagai kasus komplikasi medis persalinan usia anak yang sering terjadi.
"Obstetric Fistula merupakan kerusakan pada organ intim perempuan yang menyebabkan kebocoran urin atau feses ke dalam vagina,” jelas Pribudiarta.
Baca juga: Provokasi Media Sosial dan Senioritas, Pemicu Maraknya Kekerasan oleh Anak
Sementara, perempuan yang berusia kurang dari 20 tahun rentan mengalami Obstetric Fistula dan dapat terjadi akibat hubungan seksual di usia anak.
Tak hanya itu, bayi yang lahir dari ibu yang berusia anak maupun remaja juga berisiko memiliki berat lahir yang rendah, kelahiran prematur, kondisi neonatal yang parah, hingga stunting.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya