Para peneliti membedakan penyebab deforestasi dan degradasi hutan antara penyebab langsung (direct), sangat langsung (immediate), yang dekat (proximate), dan utama (primary) dengan penyebab tidak langsung (indirect), mendasar (underlying), dan sekunder.
Selain itu, ada penyebab lain seperti pembangunan infrastruktur, permintaan untuk ekspor kayu bulat, pertumbuhan dan kepadatan penduduk, urbanisasi dan perluasan daerah perkotaan, harga-harga komoditas (kayu bulat, kelapa sawit, batu bara, bauksit, dan nikel), aksesibilitas geografis Indonesia terhadap pasar, kemiskinan, keamanan penguasaan lahan dan konflik, serta upah dan pekerjaan pascapanen.
Deforestasi secara umum diartikan sebagai menghilangnya hutan untuk tujuan lain yang menghapus fungsinya.
Food and Agriculture Organization (FAO) mendefinisikan deforestasi sebagai konversi hutan menjadi penggunaan lahan lain atau pengurangan tutupan tajuk pohon dalam jangka panjang di bawah ambang batas 10 persen.
Istilah “jangka panjang” bagi Indonesia jadi rumit karena laju pertumbuhan kembali vegetasinya yang tinggi.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Indonesia Nomor 30/2009 mendefinisikan deforestasi sebagai perubahan permanen areal berhutan menjadi areal tidak berhutan sebagai akibat dari kegiatan manusia. Defnisi “perubahan permanen” menunjukkan pentingnya hutan alam.
Kawasan hutan alam dengan pengurangan stok sementara yang kemudian mengalami regenerasi tidak dapat dikatakan telah mengalami deforestasi. Namun hutan alam Indonesia yang telah berubah menjadi lahan tidak berhutan jarang tumbuh kembali menjadi hutan alam.
Areal tersebut sangat sering dimanfaatkan untuk tujuan non-kehutanan. Regenerasi hutan setelah tahapan suksesi yang terjadi di areal tersebut paling sering terganggu oleh kegiatan manusia.
Untuk kepraktisan, sejak 2018 pengertian deforestasi adalah konversi permanen satu kali dari penutupan lahan hutan alam menjadi kategori penutupan lahan lain.
Istilah ini diperkenalkan dalam dokumen Aliansi Iklim Hutan Indonesia (Indonesia Forest Climate Alliance), dan logika umum dari definisi ini adalah “deforestasi kotor” (gross deforestation).
“Deforestasi bruto” hanya menghitung apa yang telah hilang (penebangan hutan alam) dan tidak mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan kembali hutan (baik secara alami maupun intervensi manusia). Juga tidak mempertimbangkan serapan karbon dari pertumbuhan kembali hutan.
Deforestasi bruto berbeda dengan “deforestasi netto” di mana hutan sekunder yang tumbuh kembali dan penanaman masuk ke dalam perhitungan.
Pemerintah menerapkan pengertian deforestasi bruto dan deforestasi neto. Deforestasi bruto jika angkanya belum dikurangi dengan angka reforestasi alias rehabilitasi atau penanaman hutan kembali.
Data resmi menunjukkan bahwa pada periode 2013-2014 deforestasi turun ke angka 0,4 juta ha per tahun setelah pada periode sebelumnya berada pada angka 0,73 juta hektare per tahun.
Angka deforestasi kemudian naik pada periode 2014-2015 menjadi 1,09 juta ha per tahun lalu turun menjadi 0,63 juta hektare per tahun pada periode 2015-2016 dan turun kembali ke angka 0,48 juta ha per tahun pada periode 2016-2017.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya