Ke depannya, Adhiguna menilai pengawasan investor terhadap praktik lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST) dalam rantai pasokan nikel dan baterai akan terus meningkat.
Hal ini semakin penting dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa yang akan menjadi pusat pertumbuhan kendaraan listrik berikutnya dengan standar rantai pasok yang lebih tinggi.
Baca juga: Kecelakaan Kerja Berulang di Smelter Nikel, Walhi: Pemerintah Abai
"Selain nikel, yang kerap luput dari perhatian adalah bahwa Indonesia juga terus meningkatkan produksi kobaltnya sebagai produsen kobalt terbesar kedua di dunia. Hal ini semakin menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang optimal," papar dia.
Adhiguna menyebut, kompetisi untuk mendapatkan modal dan pasar guna mengembangkan mineral untuk baterai dan KBLBB juga akan semakin ketat untuk memenuhi tuntutan investasi jangka panjang menuju target net zero 2050.
Oleh karena itu, Indonesia perlu memberikan keyakinan mengenai daya saing jangka panjangnya untuk menarik pemodalan tersebut.
"Berbagai situasi tersebut perlu direspons dengan cepat oleh pemerintah karena konstruksi kebijakan yang digulirkan untuk meningkatkan ‘daya saing’ nikel Indonesia telah bersandar pada janji pengembangan industri baterai dan kendaraan listrik, terlebih lagi dengan penerapan standar lingkungan yang longgar," terang Adhiguna.
Baca juga: Nikel Sulteng dan Maluku Terbesar di Dunia, RI Belum Bisa Produksi Sendiri
Dengan arah saat ini, ia memprediksi kemungkinan Indonesia hanya akan bergeser dari eksportir produk nikel untuk baja tahan karat, menjadi eksportir produk setengah jadi untuk industri baterai.
Dengan pesatnya pertumbuhan permintaan nikel dunia, penting untuk berbagai pihak terlibat agar tidak memandang enteng skala pertumbuhan ke depan karena revolusi KBLBB dunia baru saja memasuki babak awal.
Para pemangku kepentingan pun patut bertanya apakah Indonesia telah benar memperoleh hasil yang optimal untuk sumber daya mineralnya.
"Dengan kapasitas produksi baterai yang sangat kecil, Indonesia tampaknya telah mencapai batas daya tawar hilirisasi nikelnya. Ini adalah saat yang tepat untuk meninjau ulang dan menata kembali rencana ke depan," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya