Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim Makin Mengkhawatirkan, Rekor Suhu Panas Selalu Terlampaui

Kompas.com - 12/02/2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, dampak perubahan iklim terhadap Bumi semakin mengkhawatirkan.

Dwikorita mengatakan, peningkatan konsentrasi emisi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer menjadi biang keladi utama semakin parahnya perubahan iklim.

Emisi GRK yang lepas disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik industri yang tidak berkelanjutan.

Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Badai Jadi Lebih Kuat

"Mendorong perubahan iklim pada kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Dwikorita dikutip dari siaran pers BMKG, Sabtu (10/2/2024).

Dwikorita mengatakan, perubahan iklim global bukanlah kabar bohong, melainkan realitas yang dihadapi miliaran jiwa penduduk bumi.

Oleh karena itu, perubahan iklim tidak bisa dianggap sebagai sebuah persoalan sepele.

Selain itu, Badan Meteorologi Dunia (WMO) baru saja menyatakan bahwa 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental.

Baca juga: 6 Rekomendasi Masyarakat Sipil untuk Pemutakhiran Kebijakan Iklim Indonesia

Anomali suhu rata-rata global pada 2023 mencapai 1,40 derajat celsius di atas zaman praindustri.

Angka ini, kata Dwikorita, nyaris menyentuh ambang batas dalam Perjanjian Paris 2015 yang menyepakati bahwa dunia harus menahan suhu Bumi tak naik lebih dari 1,5 derajat celsius.

Pada 2023 juga terjadi rekor suhu global harian baru dan terjadi gelombang panas atau heat wave ekstrem yang melanda berbagai kawasan di Asia dan Eropa.

"Rekor iklim yang terjadi di tahun 2023 bukanlah kejadian acak atau kebetulan, melainkan tanda-tanda jelas dari pola yang lebih besar dan lebih mengkhawatirkan yaitu perubahan iklim yang semakin nyata," imbuh tutur Dwikorita.

"Maka dari itu, perlu langkah atau gerak bersama seluruh komponen masyarakat, tidak hanya pemerintah, namun juga sektor swasta, akademisi, media, LSM, dan lain sebagainya," tambahnya.

Baca juga: Dampak Perubahan Iklim Dirasakan Indonesia, Kekeringan dan Hujan Ekstrem Meningkat

Januari 2024 terpanas

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, BMKG melaporkan bahwa suhu udara rata-rata Januari 2024 di Indonesia mencapai rekor tertingginya untuk bulan yang sama sejak 1981.

Dikutip dari Fakta Perubahan Iklim BMKG, suhu udara rata-rata Januari 2024 di Indonesia mencapai 27,2 derajat celsius.

Itu berarti, warga Indonesia mengalami Januari 2024 sebagai Januari terpanas sejak 1981.

BMKG menyebutkan sepanjang Januari 2024, rata-rata Indonesia mengalami kenaikan suhu 0,8 derajat celsius dibandingkyan kondisi normal.

Baca juga: Kebijakan dan Aksi Iklim Indonesia Dinilai Sama Sekali Tidak Memadai

Menurut laporan layanan pemantau perubahan iklim bentukan Uni Eropa, Copernicus Climate Change Service (C3S), Januari 2024 juga dinobatkan sebagai bulan Januari terpanas sepanjang sejarah yang pernah tercatat secara global.

C3S menyebutkan, rata-rata suhu udara permukaan Bumi selama Januari 2024 mencapai 13,41 derajat celsius.

Suhu tersebut lebih tinggi 0,12 derajat celsius dibandingkan rekor Januari terpanas sebelumnya pada 2022.

Selain itu, rata-rata suhu pada Januari 2024 juga lebih tinggi 0,7 derajat celsius dibandingkan bulan yang sama pada 1991.

Baca juga: Kinerja Aksi Iklim Indonesia Dinilai Jeblok oleh Pemantau Global

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Walhi: Drainase Buruk dan Pembangunan Salah Picu Banjir Jambi

Walhi: Drainase Buruk dan Pembangunan Salah Picu Banjir Jambi

LSM/Figur
Uni Eropa Beri Produsen Mobil Kelonggaran untuk Penuhi Aturan Emisi

Uni Eropa Beri Produsen Mobil Kelonggaran untuk Penuhi Aturan Emisi

Pemerintah
Finlandia Tutup PLTU Batu Bara Terakhirnya

Finlandia Tutup PLTU Batu Bara Terakhirnya

Pemerintah
China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

Pemerintah
AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau