KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen untuk mencapai target emisi nol bersih (net zero emission) pada 2060.
Salah satunya melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, Perpres ini akan menjadi landasan hukum yang kuat untuk pengembangan dan penerapan Carbon Capture Storage (CCS) di Indonesia.
“Perpres ini memberikan kepastian hukum bagi investor dan pelaku usaha yang ingin terlibat dalam kegiatan CCS," kata Tutuka dalam Sosialisasi Perpres Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (CCS) di Gedung Lemigas, Jakarta, Selasa (20/2/2024).
Baca juga: Potensi Penyimpanan Karbon di Indonesia Lebih dari 570 Gigaton
Sebagai informasi, penangkapan dan penyimpanan karbon atau CCS merupakan teknologi inovatif yang memungkinkan emisi karbon dioksida (CO2) dipisahkan dari sumbernya, diangkut, dan disimpan secara permanen di bawah tanah.
Dengan kata lain, teknologi CCS juga ditujukan untuk menangkap emisi karbon agar tak lepas ke atmosfer, dan menyimpannya di zona target injeksi (ZTI) di bawah tanah.
ZTI mencakup lapisan zona penyimpanan, zona penyangga, zona kedap, dan perangkap geologi.
Teknologi ini memiliki potensi besar untuk mengurangi emisi CO2 dari berbagai sektor industri, seperti pembangkit listrik, industri berat, dan manufaktur.
Pemerintah optimistis, CCS dapat memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi Indonesia.
Selain membantu mengurangi emisi karbon, CCS juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor terkait seperti teknologi, manufaktur, dan jasa.
Adapun Prepres Nomor 14 Tahun 2024 ini mengatur dua jenis perizinan. Perizinan utama untuk kegiatan CCS, yaitu Izin Eksplorasi yang diberikan untuk kegiatan survei dan investigasi potensi penyimpanan CO2 di bawah permukaan bumi.
Baca juga: Sukses Turunkan Emisi Karbon, Pemprov Sumbar Terima Hibah Rp 53 Miliar
Kemudian, mengatur Izin Operasi Penyimpanan yang diberikan untuk kegiatan penyuntikan, penyimpanan, dan pemanfaatan CO2 di lokasi penyimpanan permanen.
"Jadi ada izin selama eksplorasi dan izin selama operasi penyimpanan, ada dua izin yang seamless kalau dilakukan langsung, tapi kalau terhenti setelah eksplorasi bisa, kalau akan dilanjutkan juga bisa, jadi tidak mengulang dari awal kalau dilanjutkan ke izin operasi penyimpanan," tutur Tutuka.
Selain itu, Perpres tersebut juga mengatur mekanisme transportasi atau pengangkutan karbon lintas negara, seperti dikutip Kompas.com (1/2/2024).
Tutuka mengungkapkan bahwa pemerinrah turut mengundang seluruh pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil, untuk bekerja sama dalam mendukung implementasi Perpres ini.
Melalui kerjasama yang solid, kata Tutuka, Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam penerapan CCS di kawasan Asia Tenggara dan berkontribusi secara signifikan dalam upaya global untuk memerangi perubahan iklim.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya