BOGOR, KOMPAS.com - Perusahaan BUMN konstruksi, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau WIKA, memiliki pusat pelatihan sekaligus hutan bernama Wikasatrian yang terus dikembangkan.
Situs yang berlokasi di Gadog, Kabupaten Bogor, ini dikelilingi dengan flora fauna khas Jawa Barat serta diapit tiga gunung yakni Gunung Salak, Pangrango, dan Geulis.
Direktur Human Capital dan Pengembangan PT Wijaya Karya (WIKA) Hadjar Seti Adji menjelaskan, melalui proyek ini, WIKA menjadi salah satu perusahaan yang menaruh perhatian terhadap pelestarian hutan.
Baca juga: Lestarikan Lingkungan, WIKA dan BRIN Tanam 29 Spesies Pohon Langka
"Mungkin banyak perusahaan yang punya properti, learning center, bangunan. Tapi rasanya hampir tidak ada perusahaan di Indonesia yang concern di bidang hutan," ujarnya, saat peringatan HUT ke-64 WIKA di Wikasatrian Bogor, Jumat (8/3/2024).
Kawasan pengembangan hutan ini, menurut Hadjar, tidak hanya menjadi tempat pelatihan kepemimpinan.
Melainkan juga bagian dari strategi perusahaan dalam menerapkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG), khususnya untuk aspek lingkungan dan sosial.
“Satu-satunya yang fokus dan concern terhadap pengembangan hutan untuk dilestarikan, bukan untuk produksi, itu Wika. Wikwasatrian juga menjadi bagian dari ESG-nya Wika,” imbuh Hadjar.
Ia menjelaskan, Wikasatrian dibangun pada 2012 dan mulai difungsikan pada 2013 sebagai pusat pelatihan.
Kendati menjadi pusat pelatihan dan pendidikan kepemimpinan, learning center di Wikasatrian hanya mengambil luas 3.000 meter persegi, dari total lahan hutan 10 hektare.
Dari luas hutan tersebut, di dalamnya terdapat beragam spesies hayati, seperti 540 jenis flora dan 263 fauna yang tumbuh secara alami, termasuk 26 spesies flora endemik Jawa Barat.
Baca juga: Cegah Stunting, WIKA dan WIKA Realty Salurkan Bantuan Kesehatan
“Yang mengejutkan, saya juga baru tahu, ada satu jenis tanaman yang sudah punah di dunia, ternyata ada di sini. Beberapa jenis lainnya juga ada yang hampir punah,” tuturnya.
Saat dihitung, keseluruhan ekosistem hayati tersebut berkontribusi pada pengurangan emisi karbon hingga sebesar 800 ton CO2 per tahun.
Angka ini belum termasuk penambahan area hutan Purisatrian di sebelah Wikasatrian, yang memiliki luas hingga 4 hektare.
Tak hanya menjaga lingkungan, ia menyebut nilai sosial dalam ESG turut diterapkan dalam pengelolaan Wikasatrian.
“Program pendidikan di sini berbasiskan kepada local wisdom, kearifan lokal atau nusantara,” terangnya.
Hadjar menambahkan, sumber daya manusia lokal juga diberdayakan untuk mengelola kawasan tersebut.
Baca juga: WIKA Beri Pelatihan BIM Senilai Rp 500 Juta untuk Universitas Udayana
Dengan demikian, posisi Wikasatrian sebagai pusat pelatihan kepemimpinan yang mengedepankan kearifan lokal sekaligus mempraktekkan prinsip-prinsip keberlanjutan.
WIKA menyadari bahwa untuk dapat menciptakan bisnis secara berkelanjutan patut bertumpu pada penerapan ESG.
Pelestarian hayati di kawasan ini yang semula hanya didasarkan pada niat baik dan kepedulian terhadap alam, justru kemudian menjadi suatu nilai tambah.
Lebih lanjut, kata dia, Wikasatrian menjadi salah satu representasi implementasi nilai ESG di perusahaan, sehingga target menjadi pioneer dalam penerapan ESG di sektor konstruksi dapat diwujudkan.
Ia berharap bahwa upaya Wika dalam mengembangkan lahan hutan dapat menginspirasi perusahaan lain, agar turut berkontribusi pada kelestarian lingkungan.
"Kami akan ekspos ini kepada banyak pihak, agar banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang concern terhadap hutan. Kami harapkan ini bisa jadi inspirasi," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya