KOMPAS.com - Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya meluncurkan purwarupa struktur apung pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) laut pertama di Indonesia.
Rektor ITS Profesor Mochamad Ashari mengatakan, sejauh ini pengembangan PLTS apung di Indonesia masih terbatas pada skala danau atau waduk dengan luas yang terbatas.
Luas daerah danau atau waduk yang terbatas tersebut membuat area jangkauan pemanfaatan PLTS menjadi kurang optimal.
Baca juga: Perusahaan Budidaya Unggas Gunakan PLTS, Tekan 1.000 Ton Emisi Karbon
"Karena itu, untuk memaksimalkan potensi serta dampak dari PLTS apung ini, luas aplikasinya kita perluas menjadi di laut,” tutur Ashar, sebagaimana dilansir Antara, Selasa (19/3/2024).
Menurut Ashari, meski dampaknya dapat diperluas, pengembangan PLTS apung laut memiliki hambatan yang cukup berat dalam realisasinya.
Salah satu hambatan utama PLTS apung di laut adalah besarnya gelombang yang dapat menimbulkan kerusakan pada panel surya.
Untuk mengatasi permasalahan itu, menurut Guru Besar Teknik Elektro ini, ITS menghadirkan proyek PLTS apung laut yang diberi nama Solar2Wave.
Ketua tim peneliti Solar2Wave Indonesia Profesor I Ketut Aria Pria Utama menerangkan, proyek tersebut merupakan pengembangan PLTS apung yang dilengkapi dengan sistem terpadu untuk mengatasi masalah gelombang.
Baca juga: Nilai Ekonomi Karbon PLTS Atap On-grid Harus Dinikmati Pemilik
Kawasan panel surya pada Solar2Wave dilengkapi dengan floater atau pengapung dan dikelilingi oleh break water atau pemecah air yang mampu meminimalisasi hantaman gelombang yang keras pada panel surya apung.
Profesor yang akrab disapa Ikap ini menuturkan, purwarupa yang dikembangkan tersebut terdiri dari enam buah panel surya berjenis monocrystalline dan polycrystalline dengan kapasitas total 600 watt.
Solar2Wave juga dilengkapi sistem penyimpanan energi dalam wujud baterai berkapasitas 12 volt dengan tegangan 65 Ah.
"Kubus apung yang digunakan juga telah tersertifikasi dan tahan terhadap sinar ultraviolet, anti korosi dari air laut, bahan kimia, serta minyak," ujarnya.
Setelah berhasil mengembangkan purwarupa di wilayah galangan kapal Orela di Gresik, pilot project riset Solar2Wave ini selanjutnya akan dikembangkan di wilayah Gili Ketapang, Probolinggo, Jawa Timur.
Baca juga: Aturan Baru Disahkan, Daftar PLTS Atap On-grid Cuma Januari dan Juli
Menurut Ikap, pemilihan daerah ini didasarkan pada berbagai faktor yakni jumlah penduduk yang membutuhkan bantuan listrik, kondisi sosial penduduk, hingga aksesibilitas menuju wilayah pemasangan Solar2Wave ini sendiri.
Lebih lanjut, Ikap menyampaikan pembangunan pilot project ini akan berkapasitas sebesar 25 kilowatt (kW).
Daya listrik yang cukup tinggi ini diharapkan mampu untuk mereduksi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar diesel.
"Penggunaan Solar2Wave ini diproyeksikan mampu untuk menunjang kebutuhan listrik harian rakyat serta pabrik es batu yang menjadi salah satu kebutuhan penting bagi para nelayan di wilayah Gili Ketapang," ujarnya.
Ikap mengungkapkan, riset tahap awal yang dimulai sejak Maret 2023 hingga Februari 2024 ini menemui beberapa kendala dalam pengembangannya.
Baca juga: Aturan Kuota dan Periode Pendaftaran Hambat Penetrasi PLTS Atap
Beberapa kendala di antaranya adalah kondisi gelombang laut yang di luar kontrol, kondisi cuaca, perawatan yang cukup sulit, hingga biaya operasional di luar prediksi.
Meski demikian, Ikap mengaku timnya terus berupaya menyempurnakan riset ini agar mendapatkan keluaran energi paling optimal.
Ikap mengatakan, pada tahap awal, riset Solar2Wave menerima pendanaan sebesar 300.000 poundsterling dari Innovate UK.
Untuk riset lanjutan yang akan dimulai pada April 2024 mendatang, proyek ini akan mendapatkan pendanaan sebesar 500.000 poundsterling.
"Ke depannya, mitra dalam riset juga akan bertambah khususnya dari pihak pemerintah," kata Guru Besar Teknik Perkapalan ITS ini.
Baca juga: Kapasitas Terpasang PLTS Indonesia Rendah di ASEAN
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya