KOMPAS.com - Memanasnya suhu Bumi telah membuat jumlah sperma berisiko menurun. Hal ini karena sel-sel reproduksi sensitif terhadap panas.
Temuan para peneliti Singapura memberikan wawasan yang lebih rinci tentang bagaimana perubahan iklim dapat berdampak pada tingkat kesuburan.
Pria yang terpapar suhu panas ekstrem dalam tiga bulan sebelum memberikan sampel air mani memiliki kemungkinan 46 persen lebih tinggi mengalami jumlah sperma rendah.
Risiko konsentrasi sperma yang rendah juga meningkat sebesar 40 persen, dan kelompok 'perenang cilik' lebih lamban.
Baca juga: Pengidap TBC Rentan Alami Gangguan Kesehatan Mental dari Lingkungan
Peneliti di Sekolah Kedokteran Yong Loo Lin Samuel Gunther yang terlibat dalam penelitian ini, mengatakan para pria muda harus memperhatikan hal ini.
Menurut Samuel, secara konvensional, temuan tersebut menunjukkan bahwa kualitas sperma menurun seiring bertambahnya usia.
"Tetapi apa yang kami temukan dalam penelitian ini adalah bahwa laki-laki dalam masa reproduksi [prima] antara 25 dan 35 tahunlah yang paling terkena dampak panas,” katanya dilansir dari Euronews, Sabtu (6/4/2024).
Jadi, hanya karena Anda seorang laki-laki muda, jangan berpikir tidak terkalahkan, dan jangan berpikir tidak rentan terhadap dampak-dampak ini.
“Ke depan, iklim akan semakin panas. Dan itu juga yang perlu kita ingat dalam keluarga berencana,” imbuh Samuel.
Sampel air mani diambil dari 818 pria di Singapura yang pernah mengalami masalah kehamilan.
Para peneliti melacak paparan para pria terhadap panas ekstrem, atau ketika suhu rata-rata sehari melewati 29,8 C, dengan mempelajari catatan cuaca 90 hari sebelum mereka memberikan sampel.
Baca juga: Kemenkes dan Organisasi Riset ASEAN Resmi Kerja Sama Kesehatan
Pria yang berencana untuk reproduksi dalam satu hingga tiga bulan harus menghindari keluar rumah pada hari-hari yang sangat panas, saran para peneliti.
Untuk meningkatkan peluang, mereka juga harus menghindari sauna dan pemandian air panas, serta pakaian dalam yang ketat. Tidur di lingkungan yang lebih sejuk lebih disarankan.
Iklim tropis Singapura dengan suhu tinggi sepanjang tahun dan fluktuasi yang lebih ringan, tentu saja sangat berbeda dengan negara-negara Eropa utara.
Namun Samuel mengatakan, temuan ini menunjukkan bahwa perubahan suhu tidak memerlukan banyak perubahan untuk merusak kesehatan sperma.
Hal ini bukan pertanda baik mengingat meningkatnya tekanan panas di seluruh dunia, dan menambah daftar potensi dampak iklim terhadap kesehatan manusia, mulai dari jantung hingga ginjal.
Penelitian sebelumnya juga mengamati hubungan antara polusi udara dan infertilitas.
Panas ekstrem juga diketahui memengaruhi siklus ovulasi wanita dan kualitas sel telur.
Penelitian ini merupakan bagian dari program ‘HeatSafe’ Universitas Nasional Singapura, yang mengeksplorasi dampak panas ekstrem terhadap masyarakat.
Dengan menelusuri catatan kelahiran lebih dari 31.000 wanita, para peneliti menemukan hubungan positif antara menghindari cuaca panas ekstrem selama trimester ketiga kehamilan dan rendahnya risiko kelahiran prematur.
Baca juga: Tak Hanya Kesehatan, Puntung Rokok Juga Merusak Lingkungan
Wanita hamil cenderung mengambil tindakan yang lebih protektif jika mereka bisa, seperti menyalakan AC.
Proyek HeatSafe lainnya berfokus pada kesejahteraan pekerja konstruksi dan pekerja pertunjukan dalam kondisi panas terik.
Solusi yang mungkin dilakukan adalah dengan membawa air dingin yang terisolasi, istirahat yang diwajibkan, dan seragam yang dapat menyerap keringat.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya