Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Masyarakat Adat yang Terlupakan

Kompas.com - 17/05/2024, 14:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh karena itu, karena frasa hutan adat bukan hutan negara sifatnya menggantung, maka pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), masih mengatur dan memperlakukan hutan adat sebagai hutan negara dan masih diatur oleh pusat secara detail (rigid).

Kedua, mestinya MK dalam amar putusannya juga menghapus Pasal 67 UU No 41/1999, khususnya terkait pengukuhan keberadaan dan legalitas hutan adat melalui Perda.

Bila tidak dihapus, setidak-tidaknya pasal tersebut diubah menjadi pengakuan dan keberadaan dan legalitas hutan adat ditetapkan melalui kepala daerah kabupaten/kota. Namun faktanya, putusan MK tidak mengubah Pasal 67 tersebut dan masih tetap berlaku.

Produk peraturan perundangan yang tertinggi di daerah adalah peraturan daerah sama halnya dengan UU di tingkat pemerintahan pusat. Dua produk hukum tersebut dibuat dan disusun oleh pemerintah dan anggota Dewan yang multi partai.

Menyusun Perda maupun UU tidak mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama di tengah-tengah kepentingan politik berbeda-beda.

Jadi sangat wajar apabila Perda tentang pengukuhan dan legalitas hutan adat sulit diterbitkan oleh pemerintah daerah di tengah pemerintah daerah ingin menggenjot penerimaan asli daerah (PAD).

Sementara, legalisasi masyarakat hutan dan hutan adatnya dianggap tidak memberikan keuntungan ekonomi secara signifikan terhadap PAD dibandingkan lahan hutan tersebut diserahkan dan diusahakan kepada investor, misalnya perkebunan sawit.

Ganjalan terbesar dalam pengakuan dan legislasi hutan adat adalah adanya aturan melalui Perda ini. Sepanjang aturan ini masih berlaku, proses pengakuan hutan adat akan berjalan lambat.

Hingga April 2024, AMAN mencatat terdapat 342 produk hukum daerah yang telah memberikan pengakuan terhadap eksistensi masyarakat adat dan wilayah adatnya.

Menurut badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), terdapat 26,9 juta ha wilayah adat di seluruh Nusantara yang telah teregistrasi di BRWA.

Dari luasan wilayah adat tersebut, hanya 14 persen yang diakui negara. Sebab KLHK baru menetapkan hutan adat di 123 komunitas dengan total luas mencapai 221.648 ha.

Ketiga, pada tahun 2021, sedianya RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA) akan segera disahkan oleh DPR sesuai dengan program legislasi nasional (prolegnas) saat itu. Namun RUU MHA tersebut banyak ditentang oleh beberapa kalangan karena tidak mencerminkan aspirasi MHA.

Selain mengancam keberadaan masyarakat adat, juga risiko benturan dan konflik pemakaian lahan berbasis izin yang makin menguat.

Karena tekanan dari berbagai kalangan, maka RUU MHA urung disahkan hingga sekarang dan dikaji kembali materi dan substansi yang ada di dalamnya.

Entah sampai kapan, karena anggota DPR periode 2019-2024 akan segera berakhir masa baktinya pada Oktober 2024 nanti.

Lalu, untuk sementara mimpi masyarakat hukum adat untuk memperoleh dan menuntut hak-hak termasuk hak ulayat dengan hutan adatnya secara berkeadilan, ditunda lebih dulu sampai pemerintah dan DPR (pusat dan daerah) pada gilirannya telah melakukan keberpihakan kepada masyarakat hukum adat. Jangan sampai MHA terlupakan. Semoga.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Perum Perhutani Bakal Tanam 24 Juta Pohon

Perum Perhutani Bakal Tanam 24 Juta Pohon

Pemerintah
Peneliti BRIN Kembangkan Bahan Bakar Pesawat Berbahan Minyak Kelapa

Peneliti BRIN Kembangkan Bahan Bakar Pesawat Berbahan Minyak Kelapa

Pemerintah
Inggris Janjikan Dana Iklim 2 Miliar Poundsterling untuk Negara Berpendapatan Rendah

Inggris Janjikan Dana Iklim 2 Miliar Poundsterling untuk Negara Berpendapatan Rendah

Pemerintah
Jembatani Keterbatasan lewat Kesetaraan Pendidikan, MMSGI Bantu Akses Pendidikan di Desa-desa Kaltim

Jembatani Keterbatasan lewat Kesetaraan Pendidikan, MMSGI Bantu Akses Pendidikan di Desa-desa Kaltim

Swasta
InJourney dan RBF Dorong Inisiatif Pertanian Berkelanjutan di Prambanan Jateng

InJourney dan RBF Dorong Inisiatif Pertanian Berkelanjutan di Prambanan Jateng

BUMN
NASA Investasi 11,5 Juta Dollar AS untuk Rancang Pesawat Rendah Emisi

NASA Investasi 11,5 Juta Dollar AS untuk Rancang Pesawat Rendah Emisi

Pemerintah
Perempuan Berperan Penting Atasi Perubahan Iklim, Penggerak Solusi Inovatif

Perempuan Berperan Penting Atasi Perubahan Iklim, Penggerak Solusi Inovatif

Pemerintah
IBM: India Memimpin dalam Keberlanjutan Berbasis Akal Imitasi

IBM: India Memimpin dalam Keberlanjutan Berbasis Akal Imitasi

Swasta
Perjanjian Polusi Plastik Global di Korea Selatan Gagal Capai Kesepakatan

Perjanjian Polusi Plastik Global di Korea Selatan Gagal Capai Kesepakatan

Pemerintah
BMKG: Tebal Es Pegunungan Jayawijaya Tinggal 4 Meter

BMKG: Tebal Es Pegunungan Jayawijaya Tinggal 4 Meter

Pemerintah
Krisis Kemanusian akibat Konflik di Suriah, Anak-Perempuan Banyak Jadi Korban

Krisis Kemanusian akibat Konflik di Suriah, Anak-Perempuan Banyak Jadi Korban

Pemerintah
COP16 Riyadh: Pembicaraan Tinggi Lawan Degradasi Lahan Dimulai

COP16 Riyadh: Pembicaraan Tinggi Lawan Degradasi Lahan Dimulai

Pemerintah
PBB Desak Pemimpin Dunia Segera Bisa Akhiri AIDS pada 2030

PBB Desak Pemimpin Dunia Segera Bisa Akhiri AIDS pada 2030

Pemerintah
Mahkamah Internasional Buka Sidang Perubahan Iklim Terbesar, Ini Pembahasannya 

Mahkamah Internasional Buka Sidang Perubahan Iklim Terbesar, Ini Pembahasannya 

Pemerintah
Degradasi Lahan Semakin Cepat, Capai 1 Juta Km Persegi per Tahun

Degradasi Lahan Semakin Cepat, Capai 1 Juta Km Persegi per Tahun

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau