Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Udin Suchaini
ASN di Badan Pusat Statistik

Praktisi Statistik Bidang Pembangunan Desa

Krisis Air dan Pulau Tanpa Sumber Air

Kompas.com, 26 Mei 2024, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebaran pencemaran air pun cukup massif. Menurut data Potensi Desa (Podes) 2021, pencemaran air terjadi di 10.683 desa/kelurahan atau mencapai 12,7 persen.

Parahnya, sumber pencemarannya sebagian besar adalah rumah tangga, mencapai 57,66 persen atau tersebar di 6.160 desa/kelurahan.

Sementara, pencemaran air yang bersumber dari industri atau usaha tersebar di 42,09 persen atau 4.496 desa/kelurahan.

Fakta ini mengungkap bahwa manusia sendirilah yang menjadi dalang atas turunnya kualitas air bersih, karena aktivitasnya mendominasi pencemaran air.

Pertumbuhan penduduk dan usaha meningkatkan permintaan air bersih, sekaligus peningkatan pembuangan air tidak layak konsumsi. Parahnya, sebagian besar usaha rumah tangga tidak memiliki sistem pengolahan air limbah.

Meski demikian, perkembangan rumah tangga yang menggunakan sumber air minum layak cukup progresif. Satu dasawarsa terakhir, penggunaan air bersih meningkat 23,79 persen poin dari 67,93 persen tahun 2013 menjadi 91,72 persen pada tahun 2023.

Meningkatkan kualitas hidup rumah tangga, perlu sosialisasi yang masif dan berkelanjutan, supaya dampak pencemaran air bisa diredam. Bila perlu penindakan berat bagi orang atau pelaku usaha yang melakukan pencemaran.

Sayangnya, penduduk yang tinggal di pulau kecil menggantungkan hidupnya dengan air hujan. Hasil statistik Potensi Desa (Podes) 2021, ada 3.280 desa/kelurahan menggunakan air hujan yang sebagian besar keluarga menggunakan mata air untuk minum.

Pulau kecil

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki tantangan penyediaan sumber air besih di pulau-pulau kecil tanpa ketersediaan sumber air tawar.

Sebagai informasi, selain tersebarnya pulau-pulau di Nusantara, pulau kecil pun dikelola dengan baik.

Setidaknya ada 111 pulau terluar yang dijaga dan dikelola sebagai garis pangkal batas wilayah negara Indonesia dengan negara lain, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar.

Keterbatasannya, pulau kecil memiliki daerah tangkapan air yang lebih kecil dibandingkan dengan pulau besar. Hal ini berarti lebih sedikit air hujan yang dapat ditampung dan disimpan untuk digunakan.

Sementara itu, di beberapa pulau kecil, sumber air tanah tidak tersedia atau jumlahnya terbatas. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor geologi pulau, seperti batuan yang tidak berpori atau intrusi air laut.

Sehingga, air hujan menjadi satu-satunya sumber air tawar. Hal ini membuat pulau-pulau tersebut rentan terhadap kekeringan, terutama di musim kemarau.

Dari sisi lingkungan, perubahan iklim dapat menyebabkan pola curah hujan menjadi lebih tidak menentu, dengan periode kekeringan yang lebih sering dan parah. Hal ini dapat memperburuk kesulitan air di pulau-pulau kecil.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Pemerintah
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
Pemerintah
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Pemerintah
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
LSM/Figur
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
Pemerintah
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Pemerintah
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
LSM/Figur
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
Pemerintah
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Dunia Sepakat Hapus Tambalan Gigi Merkuri pada 2034
Pemerintah
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
Fokus Perdagangan Karbon, Misi RI di COP 30 Dinilai Terlalu Jualan
LSM/Figur
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Pulau Obi Jadi Episentrum Baru Ekonomi Maluku Utara
Swasta
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Dari Gaza hingga Ukraina, Alam Jadi Korban Sunyi Konflik Bersenjata
Pemerintah
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
Cacing Tanah Jadi Sekutu Tak Terduga dalam Perang Lawan Polusi Plastik
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau