Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Separuh Ladang Rumput di Dunia Rusak akibat Over Eksploitasi

Kompas.com, 25 Mei 2024, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Separuh ladang rumput untuk penggembalaan alami di dunia terdegradasi akibat eksploitasi berlebihan dan dampak perubahan iklim.

Temuan tersebut mengemuka dalam laporan terbaru Konvensi PBB untuk Memerangi Desertifikasi (UNCCD), sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (21/5/2024).

UNCCD memperingatkan, seperenam pasokan pangan dunia terancam akibat rusaknya ladang rumput di dunia.

Baca juga: Industri Baterai dan Kendaraan Listrik Tak Sesuai Eksploitasi Nikel

Pertumbuhan populasi, urbanisasi, dan meningkatnya permintaan pangan telah mendorong para penggembala untuk memelihara lebih banyak hewan ternak daripada yang dapat didukung oleh ladang rumput.

Faktor-faktor tersebut juga mendorong konversi padang rumput alami menjadi lahan pertanian intensif, yang menyebabkan penurunan kesuburan tanah dan memperburuk kekeringan.

Barron Joseph Orr, kepala ilmuwan UNCCD, mengatakan meskipun situasinya suram, muncul pengakuan yang semakin besar bahwa restorasi lahan rumput adalah bagian dari solusi terhadap perubahan iklim.

Pasalnya, ladang rumput menyumbang sepertiga dari kapasitas penyimpanan karbon dunia.

Baca juga: Eksploitasi Berkedok Investasi di Pulau Kecil Kepri Harus Dihentikan

"Emisi memang merupakan masalah besar, tapi di mana kita ingin menempatkan karbon secara alami? Di tanah dan vegetasi kita. Dan jika Anda terus merusaknya, Anda melemahkan solusi yang Anda buat," ujar Joseph Orr.

Padang rumput mencaput 54 persen dari total lahan dunia dan mendukung dua miliar petani, penggembala, dan peternak, menurut laporan UNCCD.

Perkiraan degradasi sebelumnya adalah 25 persen. Namun, UNCCD mengatakan mereka terlalu meremehkan jumlah kerusakan yang terjadi

Angka baru yakni kerusakan di separuh ladang rumput dunia didasarkan pada survei para ahli di lebih dari 40 negara.

Kawasan Asia Tengah, China, dan Mongolia menjadi wilayah yang paling terkena dampaknya.

Baca juga: Eksploitasi Alam yang Sebabkan Kerusakan Langgar Nilai Keimanan

Faktor industrialisasi pertanian yang menggusur komunitas penggembala tradisional memberikan tekanan lebih besar pada ladang rumput.

Kawasan Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Selatan juga mengalami degradasi yang luas, katanya.

Joseph Orr mengatakan, pemerintah perlu mengambil pendekatan yang lebih terpadu dalam melindungi ladang rumput dibandingkan berfokus pada proyek restorasi individual.

Dia menambahkan, praktik penggembalaan hewan ternak secara tradisional dapat membantu memulihkan ladang rumput.

"Secara umum, cara-cara yang dilakukan di masa lalu, secara tradisional, dapat memberikan kontribusi besar terhadap solusi yang ingin kita capai saat ini," ucapnya.

Baca juga: Ribuan Mahasiswa Jadi Korban Eksploitasi Kerja Berkedok Magang, Kampus Bisa Terseret

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Swasta
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
Swasta
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau