Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 12 Juni 2024, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Studi terbaru yang dilalukan Center of Economic and Law Studies (Celios) menemukan, banyak responden masih merasakan kesenjangan dalam pengelolaan sumber daya alam, agraria, dan energi di Indonesia.

Studi tersebut berjudul Gimmick Pro Lingkungan: Survei Kesenjangan Regulasi Pengelolaan Sumber Daya Alam, Agraria dan Energi dan dirilis pada 4 Juni.

Studi tersebut menggarisbawahi adanya kesenjangan yang tajam antara yang dicita-citakan oleh norma hukum di level regulasi dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.

Baca juga: Anggota DPR Kritk Izin Tambang Ormas: Pemerintah Sembarangan Urus Sumber Daya

Peneliti Celios Muhammad Dzar Azhari Muthahhar mencontohkan, 58 persen responden dalam studi tersebut menyatakan, tata kelola pertambangan di Indonesia masih belum memerhatikan dampak lingkungan, baik sebelum ataupun pasca tambang.

"Hal ini bertolak belakang dengan kewajiban pemegang izin usaha tambang untuk melakukan kaidah pertambangan yang baik menurut Undang-Undang Mineral dan Batubara tahun 2009 maupun undang-undang perubahannya tahun 2020," kata Dzar dikutip dari siaran pers.

Peneliti Celios lainnya Muhamad Saleh menyampaikan, sektor energi menghadapi tantangan.

Pasalnya, proyek pembangkit listrik yang ada saat ini masih didominasi oleh energi fosil dan Undang-Undang Ketenagalistrikan 2009 belum implementatif.

"Tidak hanya itu, setidaknya 55 persen responden menilai pemerintah saat ini belum menyiapkan rencana transisi energi dari energi kotor ke energi bersih dengan baik," ucap Saleh.

Baca juga: Ciptakan Tata Kelola Air dan Sanitasi Butuh Investasi Sumber Daya Manusia

Di sektor pertanahan, kesenjangan antara regulasi dan kenyataan di lapangan terjadi karena minimnya keterbukaan informasi dan rendahnya integritas pejabat administrasi terkait.

Peneliti Celios lainnya Mhd Zakiul Fikri berujar, 62 persen responden petani menyatakan sulit memohon pendaftaran sertifikat hak milik ke kantor pertanahan secara mandiri.

Padahal, kata Fikri, pendaftaran tanah sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup petani yang diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 dan PP Nomor 18 Tahun 2021.

Fikri menambahkan, pemanfaatan ekstraksi serta hilirisasi sumber daya alam, transisi energi, hingga persoalan pertanahan sering menyebabkan berbagai konflik lingkungan terjadi.

"Kondisi ini bila dibiarkan terus berlanjut akan menjadi penghalang besar bagi pemerintah dalam memenuhi komitmen mewujudkan net zero emission hingga tahun 2060," jelasnya.

Baca juga: Pembangunan SDM Jadi Kunci Hilirisasi Sumber Daya Alam

Secara umum, studi yang dilakukan Celios tersebut memberikan rekomendasi untuk memastikan implementasi regulasi sumber daya alam, agraria, dan energi yang berkelanjutan bisa terlaksana dengan baik di Indonesia.

Pertama, evaluasi seluruh regulasi yang digunakan dalam studi regulasi hijau sektor sumber daya alam (pertambangan dan kehutanan), agraria (pertanahan), dan energi (ketenagalistrikan).

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau