Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/06/2024, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - 80 persen atau atau empat dari lima penduduk Bumi menginginkan pemerintah mereka mengambil tindakan yang lebih kuat untuk mengatasi krisis iklim.

Temuan tersebut didapatkan berdasarkan survei opini publik terbesar mengenai perubahan iklim yang dilakukan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau UNDP bersama University of Oxford.

Survei yang dirilis dalam Peoples’ Climate Vote 2024 tersebut melibatkan lebh dari 73.000 orang di 77 negara. Mereka diberi 15 pertanyaan tentang perubahan iklim.

Baca juga: Temuan Survei UNDP: 86 Persen Masyarakat Ingin Pemerintah Indonesia Perkuat Aksi Iklim

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dirancang untuk membantu memahami bagaimana masyarakat merasakan dampak perubahan iklim dan bagaimana mereka ingin para pemimpin dunia meresponsnya. Ke-77 negara yang disurvei mewakili 87 persen populasi global.

Administrator UNDP Achim Steiner mengatakan, hasil survei sangat jelas menunjukkan warga dunia mengingnkan para pemimpin bersatu demi melawan krisis iklim.

"Hasil survei ini mengungkapkan tingkat konsensus yang sungguh mencengangkan. Kami mendesak para pemimpin dan pembuat kebijakan untuk memperhatikan hal ini, terutama ketika negara-negara mengembangkan janji aksi iklim mereka," kata Steiner dikutip dari siaran pers, Kamis (20/6/2024).

Survei tersebut juga mengungkapkan dukungan terhadap tindakan iklim yang lebih kuat di 20 negara penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar di dunia.

Baca juga: 500 Lebih Jemaah Haji Meninggal, Krisis Iklim Ancaman Serius

Di lima negara penghasil emisi terbesar yakni Australia, Kanada, Perancis, Jerman dan Amerika Serikat (AS), perempuan lebih mendukung penguatan komitmen negara mereka antara 10 hingga 17 poin persentase dibandingkan laki-laki.

Selain seruan luas untuk melakukan tindakan iklim yang lebih berani, survei ini juga menunjukkan adanya dukungan dari mayoritas responden yakni 72 persen yang mendukung transisi energi dari bahan bakar fosil.

Seruan tersebut juga muncul dari negara-negara yang termasuk dalam 10 besar produsen minyak, batu bara, atau gas terbesar.

Jumlah ini mencakup mayoritas yang berkisar antara 89 persen di Nigeria hingga 54 persen penduduk di AS.

Hanya 7 persen orang di seluruh dunia yang mengatakan negara mereka tidak boleh melakukan transisi sama sekali.

Baca juga: Adaptasi Perubahan Iklim, Inovasi Agrobisnis Benih hingga Pupuk

Kecemasan terhadap perubahan iklim

Orang-orang di seluruh dunia mengaku perubahan iklim terngiang-ngiang di pikiran mereka. Secara global, 56 persen mengatakan mereka memikirkannya secara rutin, termasuk sekitar 63 persen di negara-negara kurang berkembang.

53 persen dari separuh masyarakat dunia mengatakan, mereka lebih khawatir dibandingkan tahun lalu terhadap perubahan iklim.

Rata-rata di sembilan negara berkembang kepulauan kecil yang disurvei, sebanyak 71 persen mengatakan mereka lebih khawatir mengenai perubahan iklim saat ini dibandingkan tahun lalu.

69 persen orang di seluruh dunia mengatakan keputusan besar mereka seperti tempat tinggal atau bekerja terkena dampak perubahan iklim.

Baca juga: Suara ADBI soal Komitmen G7 Atas Perubahan Iklim, Kesehatan, Kesejahteraan dan Pertanian

Proporsi yang terkena dampak lebih tinggi terjadi di negara-negara berkembang (74 persen), namun lebih rendah di Eropa Barat dan Utara (52 persen) dan Amerika Utara (42 persen).

Profesor Stephen Fisher dari Departemen Sosiologi University of Oxford mengatakan, survei sebesar ini merupakan upaya ilmiah yang sangat besar.

"Sambil mempertahankan metodologi yang ketat, upaya khusus juga dilakukan untuk melibatkan orang-orang dari kelompok marjinal di wilayah termiskin di dunia," kata Fisher.

Dia menambahkan, hasil survei tersebut menjadi salah satu data global dengan kualitas terbaik mengenai opini publik soal perubahan iklim.

Baca juga: KTT Pemimpin G7 Gagal Capai Kesepakatan Perubahan Iklim

Direktur Global Perubahan Iklim UNDP Cassie Flynn mengatakan, hasil dari survei tersebut merupakan bukti yang tidak dapat disangkal bahwa penduduk Bumi mendukung tindakan iklim yang berani.

Dia menambahkan, survei tersebut menjangkau suara masyarakat di mana pun, termasuk kelompok yang biasanya paling sulit untuk disurvei.

Misalnya, masyarakat di sembilan dari 77 negara yang disurvei mengaku belum pernah disurvei mengenai perubahan iklim.

"Dua tahun ke depan merupakan salah satu peluang terbaik yang kita miliki sebagai komunitas internasional untuk memastikan bahwa pemanasan tetap di bawah 1,5 derajat celsius. Kami siap mendukung para pembuat kebijakan dalam meningkatkan upaya mereka saat mereka mengembangkan rencana aksi iklim," ucap Flynn.

Baca juga: Kanopi Hijau Indonesia: Batu Bara Penyebab Kisis Iklim Perlu Masuk Kurikulum

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau