Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/06/2024, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

 

KOMPAS.comSejumlah sekolah di Soloraya memiliki pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebagai komitmen mendorong penggunaan energi baru terbarukan dan mengurangi emisi karbon. Namun, langkah itu saja tidak cukup. Pengurangan emisi perlu didukung dengan komitmen menghemat energi melalui penggunaan alat elektronik yang ramah lingkungan. Membumikan efisiensi energi perlu dilakukan sejak dini.

Selasa (6/6/2024) menjelang siang, sinar mentari di Kota Solo terasa begitu menyengat. Terik matahari yang menusuk kulit seketika sirna oleh pendingin ruangan (AC) ketika memasuki ruang Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Solo.

Ruangan itu bukanlah satu-satunya yang dipasangi AC. Ada belasan ruangan di sekolah tersebut yang memiliki air conditioner, dengan daya mulai dari 1 tenaga kuda (PK) sampai 3 PK. Kelas-kelas juga dilengkapi dengan kipas angin, lampu penerangan, dan lain-lain agar para siswa tidak kegerahan ketika belajar di dalam ruangan.

Sebagai sekolah vokasi, listrik menjadi kebutuhan utama di SMKN 2 Solo. Berbagai mesin-mesin industri seperti mesin bubut, mesin frais, mesin las, dan lainnya mutlak butuh lisitrik.

Baca juga: Tekan Emisi, ABB dan MASKEEI Kolaborasi Percepat Efisiensi Energi

Selain itu, sekolah juga memiliki peralatan elektronik untuk menunjang proses belajar-mengajar seperti AC dan kipas angin. Dalam sebulan, tagihan listrik bisa mencapai Rp 40 juta.

"Karena kebutuhan di SMK, terutama kebutuhan rekayasa, hampir semuanya menggunakan listrik," kata Wakil Kepala Sekolah Humas SMKN 2 Solo Suratna saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa.

Berkaca dari tingginya tagihan listrik, pihak sekolah berkepentingan menghemat energi tanpa mengorbankan kenyamanan siwa dalam belajar. Pada 2021 lampau, sekolah tersebut mendapat bantuan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dari perusahaan Sinarmas dengan total kapasitas terpasang 6,3 kilowatt peak (kWp).

Dari data yang didapatkan Kompas.com, 14 lembar panel surya yang terpasang tersebut mampu mengurangi tagihan listrik hingga Rp 9,8 juta sepanjang 2022. Sedangkan pada medio Januari hingga Agustus 2023, penghematannya mencapai Rp 4,8 juta. Artinya, SMKN 2 Solo rata-rata menghemat tagihan listrik Rp 600.000 sampai Rp 800.000 saban bulannya.

Suratna bercerita, upaya efisiensi energi yang dilakukan sekolah juga mencakup perilaku hemat energi. Setiap paginya, ada pemberitahuan kepada semua warga sekolah untuk menggunakan peralatan elektronik sesuai kebutuhan. Selain itu, di setiap colokan dan saklar ditempeli stiker imbauan penghematan listrik.

"Upaya untuk menghemat energi sudah sejak lama diupayakan, bahkan ketika kita kami mau ikut Sekolah Adiwiyata tingkat nasional. Jadi sosialisasi hemat energi selalu kami gaungkan," ucap Suratna.

Meski akhirnya menyandang gelar Sekolah Adiwiyata tingkat nasional sejak 2016, Suratna mengaku belum mengetahui strategi efisiensi energi melalui peralatan elektonik hemat energi, selain perilaku hemat energi yang sudah dilakukan. Termasuk kebijakan penggunaan alat elektronik ramah lingkungan yang digaungkan pemerintah.

Baca juga: Harita Tambah Dua Entitas Baru demi Keberlanjutan dan Efisiensi

Salah satu sudut di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Solo yang ditempeli stiker imbauan perilaku hemat energi. Foto diambil Selasa (6/6/2024). KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Salah satu sudut di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Solo yang ditempeli stiker imbauan perilaku hemat energi. Foto diambil Selasa (6/6/2024).

Selama ini, Suratna menuturkan berbagai pengadaan peralatan elektronik dilakukan sesuai peruntukannya. Dari pantauan Kompas.com di sejumlah ruangan, beberapa peralatan di sekolah tersebut seperti AC telah memiliki label hemat energi.

"Sosialisasi (mengenai peralatan elektronik hemat energi) belum kami dapatkan. Pengadaan alat-alat pun juga enggak ada syarat khusus. Kalau alat-alat praktik, memang perlu ada spesifikasi-spesifikasi (khusus) yang harus dipenuhi," tutur Suratna.

Berjarak 9,9 kilometer (km) di sebelah timur SMKN 2 Solo, Pondok Pesantren (Ponpes) Amanah Ummah di Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, juga merasakan manfaat yang sama atas kehadiran PLTS.

Kepala Ponpes Amanah Ummah Fauzan Al Anshori menuturkan, penghematan tagihan listrik sejak kehadiran PLTS berkapasitas 5 kWp bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tersebut mencapai 60 persen.

"Biasanya kami bayar tagihan Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. Sekarang tagihannya jadi Rp 1,5 juta. Kadang-kadang kami hanya bayar listrik cuma Rp1 juta," kata Fauzan saat ditemui Kompas.com, Jumat (9/6/2024).

Baca juga: KESDM: Efisiensi Energi RI Cukup Baik Dibandingkan Anggota G20

Kurikulum pesantren yang mengharuskan para siswa menginap membuat konsumsi listrik di Ponpes Amanah Ummah tak hanya sebatas pada proses belajar mengajar. Setrum sangat mereka perlukan untuk peralatan penunjang keperluan hidup seperti memasak, mencuci, dan lain sebagainya.

Fauzan menuturkan, sebagai sekolah swasta, penghematan energi pun menjadi salah satu perhatiannya. Upaya yang dilakukan untuk menghemat tagihan listrik selama ini adalah dengan mengimbau semua warga pesantren menggunakan listrik seperlunya, di samping mendapat penghematan dari kehadiran PLTS baru-baru ini.

"Intinya kan bahwa apa yang kita pakai berputarnya lewat uang. Kami sadarkan itu, kalau hemat bayar listrik, sisanya bisa untuk kebutuhan lainnya," ucap Fauzan.

Namun, sama seperti Suratna, Fauzan mengaku belum mengetahui skema penghematan energi melalui peralatan elektronik. Dia menambahkan, sampai sejauh ini belum ada sosialisasi yang menjangkau ponpes yang diasuhnya untuk menggunakan peralatan elektronik hemat energi sebagai upaya efisiensi energi di sana.

“Harapannya memang kami mendapat sosialisasi dari pemerintah. Bagaimanapun, bahasa dari pemerintah sedikit banyak membantu menguatkan para warga pesantren untuk hemat energi,” papar Fauzan.

Baca juga: ABB Ajak Industri Ikut Gerakan Efisiensi Energi, Kejar Emisi Bersih

Peralatan Hemat Energi

Aktivitas para siswa di Pondok Pesantren (Ponpes) Amanah Ummah di Mojolaban, Sukoharjo, Jumat (9/6/2024). Ponpes ini memiliki PLTS dengan kapasitas terpasang 5 kilowatt peak (kWp).  KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Aktivitas para siswa di Pondok Pesantren (Ponpes) Amanah Ummah di Mojolaban, Sukoharjo, Jumat (9/6/2024). Ponpes ini memiliki PLTS dengan kapasitas terpasang 5 kilowatt peak (kWp).

Di Indonesia, penggunaan peralatan elektronik hemat energi diatur melalui Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Label Tanda Hemat Energi (LTHE). SKEM merupakan spesifikasi yang memuat sejumlah persyaratan kinerja energi minimum pada kondisi tertentu yang dimaksudkan untuk membatasi jumlah konsumsi energi maksimum dari produk elektronik.

Sedangkan LTHE adalah label berbintang yang dicantumkan pada alat elektronik. Semakin banyak bintang LTHE pada sebuah peralatan elektronik, maka semakin efisien konsumsi energinya dan semakin murah tagihan listriknya.

Sejauh ini, ada tujuh alat elektronik yang diwajibkan mencantumkan SKEM dan LTHE. Ketujuh peralatan elektronik itu adalah pengkondisi udara atau AC, penanak nasi, kipas angin, kulkas, lampu LED, televisi, dan lemari pendingin minuman atau showcase.

Untuk membandingkan tagihan listrik dari sebuah peralatan elektronik dengan lainnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyajikan situs web khusus untuk alat-alat ber-SKEM dan LTHE yang dapat diakses melalui simebtke.esdm.go.id.

Salah satu contohnya adalah pengondisi udara. AC merek Gree inventer dengan model GWC-24F5S/I/GWC-24F5S/O berating bintang lima dan berdaya 2.028,70 watt menghabiskan biaya listrik tahunan Rp 1.395.144 per tahun dengan asumsi penggunaan selama delapan jam per hari.

Pada merek yang sama dengan daya listrik hampir mirip, AC Gree non-inventer dengan model GWC24NASN/I/GWC24NASN/O berating bintang satu dan berdaya 2.035,80 watt menghabiskan biaya listrik tahunan Rp 8.588.071 per tahun dengan asumsi penggunaan selama delapan jam per hari.

Baca juga: Jika Industri Gandakan Efisiensi Energi, Hemat Rp 7.000 Triliun Per Tahun

KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU 7 peralatan elektronik yang wajib mematuhi Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Label Tanda Hemat Energi (LTHE)

Senior Associate CLASP Fadel Iqbal Muhammad, sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada efisiensi energi peralatan elektronik sehari-hari, menuturkan, patut diapresiasi apabila ada sekolah yang sudah memiliki kesadaran untuk menggunakan energi terbarukan seperti PLTS. Penerapan perilaku efisiensi energi di sekolah seperti menggunakan peralatan sesuai kebutuhan juga perlu diacungi jempol.

Kendati demikian, agar tagihan listriknya semakin murah, upaya-upaya tersebut juga perlu dibarengi penggunaan alat hemat energi.

"Jadi kalau dianalogikan sebagai orang, bagus bahwa orang itu dapat (menghasilkan) uang banyak. Tapi untuk meningkatkan tabungannya, bisa loh dengan berhemat lagi," ucap Fadel saat dihubungi Kompas.com, Jumat (14/6/2024).

Meski demikian, Fadel menyampaikan pengadaan alat hemat energi juga perlu memperhatikan keuangan sekolah. Dia berpendapat perlunya upaya yang lebih kuat untuk menyosialisasikan peralatan hemat energi di sekolah.

Baca juga: Green Office Park 1 Sabet Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi

Sosialisasi

Sejumlah siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Solo berjalan keluar menuruni ruangan perpustaan, Selasa (6/6/2024). KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Sejumlah siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Solo berjalan keluar menuruni ruangan perpustaan, Selasa (6/6/2024).

Sementara itu, Koordinator Pengawasan Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Endra Dedy Tamtama mengeklaim pihaknya telah melakukan berbagai sosialisasi mengenai konservasi energi di sektor pendidikan, dari mulai sekolah dasar (SD) hingga setingkat sekolah menengah atas (SMA).

Menurutnya, sosialisasi konservasi energi yang dilakukan sejak dini akan berdampak signifikan terhadap pemahaman generasi muda mengenai isu lingkungan. Sebab, konservasi energi sangat erat kaitannya dengan isu lingkungan.

Endra menuturkan, paket sosialisasi ke sekolah-sekolah tidak secara khusus membahas peralatan hemat energi. Melainkan penghematan energi di sekolah di semua lini, termasuk di dalamnya SKEM dan LTHE.

"Kami mengemasnya dalam kegiatan sosialisasi efisiensi energi baik dari sisi budaya, mengelola energinya, dan penggunaan peralatan di dalamnya," ujar Endra di Bogor, Senin (10/6/2024).

Dia menambahkan, peralatan SKEM dan LTHE utamanya ditekankan kepada produsen atau importir, bukan dimaksudkan sebagai mandatori untuk dibeli pemilik gedung atau pengguna akhir. Dengan mengaturnya di hulu, maka produk yang beredar di pasaran bisa sesuai dengan standar hemat energi yang sudah ditentukan.

Untuk pengguna alat elektronik, termasuk sekolah, Endra menyampaikan sejauh ini masih belum ada insentif atau kewajiban membeli peralatan elektronik yang hemat energi.

"Karena balik lagi, ini soal kemampuan keuangan (pengguna). Mereka mampu membeli (peralatan elektronik hemat energi) atau tidak," ucap Endra.

Sri Wahyuni dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menuturkan, cara paling efektif dalam memberikan edukasi terkait peralatan hemat energi adalah dengan memberikan contoh nyata dengan penyampaian yang sederhana.

Dengan memberikan contoh kepada kelompok tertentu secara spesifik, sosialisasi tersebut bisa diduplikasi ke tempat lain.

"Untuk berubah itu enggak langsung sekaligus. Tapi perlu satu contoh perubahan perilaku yang tadinya dia tidak paham soal label hemat energi, lalu diberi edukasi, kemudian cara mewarat, ada berapa pilihan seandainya mereka mau beli," ujar Sri.

Baca juga: Stakeholder Sektor Bangunan Didorong Bikin Terobosan Proyek Efisiensi Energi

Krusial

KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Kontribusi emisi dari peralatan elektronik

Di sisi lain, kurangnya pengetahuan dari sekolah mengenai SKEM dan LTHE juga merupakan cerminan minimnya pengetahuan peralatan hemat energi secara nasional. Menurut survei CLASP dalam Residential End Use Survey 2019, baru 6,5 persen penduduk Indonesia yang mengetahui tentang SKEM dan LTHE.

Padahal, peralatan elektronik memainkan peran krusial dalam hal konsumsi listrik dari pembangkit yang muaranya berimbas pada emisi yang dihasilkan.

Menurut publikasi CLASP berjudul Net Zero Hero, peralatan elektronik bertanggung jawab atas 39 persen emisi karbon dioksida terkait energi di seluruh dunia. Emisi tersebut sama dengan kira-kira total emisi karbon dioksida dari China, Eropa, dan Brasil.

Program Manager CLASP Indonesia Nanik Rahmawati mengatakan, tak hanya di sekolah, di level masyarakat secara umum, pengetahuan mengenai energi terbarukan lebih tinggi dibandingkan pemanfaatan alat hemat energi.

Perspektif orang mengenai pengurangan emisi kebanyakan hanya terkait penggunaaan energi baru terbarukan, belum sampai pada upaya penghematan energi melalui penggunaaan peralatan ramah lingkungan. Padahal kontribusi peralatan ramah lingkungan dalam pengurangan emsisi dinilai signifikan.

Baca juga: Konsep Industri 4.0 Dinilai Ciptakan Efisiensi Berkelanjutan

Dia menyampaikan, peran alat elektronik yang hemat energi juga masih sering dipandang sebelah mata dalam konteks transisi energi. Padahal, alat elektronik hemat energi dapat membantu menurunkan emisi secara signifikan dengan cost effective alias pembiayaan yang efektif.

"Itu yang menjadi perhatian kami sebenarnya. Dikarenakan harusnya dari hilir dulu (peralatan elektronik) dimitigasi," kata Nanik saat dihubungi Kompas.com, Rabu (12/6/2024).

Upaya efisiensi energi juga tidak bisa dilakukan serta merta, namun dilakukan dalam beberapa tahapan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menerapkan standar peralatan hemat energi.

Langkah kedua yakni mengubah perilaku di masyarakat untuk menerapkan perliaku hemat energi sesuai dengan kebutuhannya.

"Kalau dalam efisiensi energi (prinsipnya) ditekan penggunaan energinya tetapi tidak mengurangi kenyamanan dari peralatan itu sendiri," tutur Nanik.

Nanik menyampaikan, alat elektronik hemat energi sangat penting disampaikan ke seluruh lapisan masyarakat, tak terkecuali pengambil kebijakan di sekolah. Pasalnya, pengambil kebijakan di level apa pun memiliki kewenangan dalam kebijakan pengadaan alat-alat elektronik hemat energi.

Baca juga: Mataram Pakai PJU Tenaga Surya, Upaya Mitigasi Bencana dan Efisiensi Anggaran

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com