Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FAO dan WHO Dukung Kolaborasi Riset untuk Pembangunan Kesehatan RI

Kompas.com - 01/07/2024, 13:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) dan World Health Organtization (WHO) mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk melakukan kolaborasi riset dalam membangun kesehatan nasional.

Perwakilan dan Country Director FAO untuk Indonesia dan Timor Leste serta Liaison Official untuk ASEAN, Rajendra Aryal menyebutkan inisiatif kuadripartit yang melibatkan FAO, WHO, UNEP, dan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH) untuk mendukung rencana aksi kesehatan bersama di Indonesia.

"Pendekatan kesehatan yang satu ini sebenarnya mendorong masa depan yang berkelanjutan dan sehat melalui kolaborasi, komunikasi, koordinasi, dan peningkatan kapasitas," ujar Aryal dalam acara Focus Group Discussion (FGD) bertema "Arah Strategi dan Kolaborasi Riset Kesehatan Mendukung Pembangunan Kesehatan Nasional" yang digelar Kamis (27/6/2024). 

Dalam sambutannya, ia menyampaikan Indonesia telah menjadi anggota FAO sejak tahun 1948 dan memiliki perwakilan sejak 1978. Indonesia dinilai selalu sangat aktif dan mendukung pekerjaan FAO. 

Baca juga:

Adapun FAO berkolaborasi dengan pemerintah Indonesia di berbagai sektor termasuk pertanian pangan, kesehatan hewan, perikanan, kehutanan, dan perubahan iklim.

Kolaborasi dengan Kementerian Pertanian dalam pendekatan One Health telah menghasilkan lebih dari 650 proyek dan program, serta melibatkan lebih dari 1.600 ahli dan konsultan.

Aryal menekankan pentingnya pendekatan One Health yang mencakup kesehatan manusia, hewan, satwa liar, tumbuhan, dan lingkungan. Apalagi, pendekatan One Health sangat krusial, bagi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan populasi 270 juta orang, 

"Ketahanan pangan adalah prioritas bagi pemerintah saat ini dan masa depan," tambahnya, dikutip dari laman resmi BRIN

Perlu antisipasi risiko

Aryal juga mencatat bahwa jumlah hewan ternak dan unggas yang sangat besar di Indonesia meningkatkan risiko penyakit zoonosis atau penyakit menular yang baru muncul.

Ia mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan terhadap ancaman penyakit global seperti flu Spanyol, virus Nipah, SARS, Ebola, dan COVID-19.

"Tren dan risiko ini kemungkinan akan terus ada di masa depan, oleh karena itu kita harus benar-benar mempersiapkan diri dengan lebih baik melalui pendekatan One Health," tuturnya.

FAO berfokus pada penguatan kolaborasi multisektoral tingkat tinggi dalam sistem surveilans penyakit bersama Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kemenko PMK.

"Kami berkolaborasi dalam peningkatan kapasitas epidemiologi, laboratorium, dan pencegahan zoonosis dan resistensi antimikroba (AMR)," jelas Aryal.

Adapun FAO juga bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk menyusun Rencana Aksi Nasional dan mengembangkan program pengawasan kotoran hewan dan lingkungan.

Baca juga: 5 Dampak Sanitasi Buruk terhadap Kesehatan Balita

Kolaborasi dengan WHO

Ilustrasi kesehatan, layanan kesehatan. Derajat kesehatan masyarakat Indonesia meningkat berdasarkan temuan studi yang dipublikasikan di jurnal The Lancet Global Health.SHUTTERSTOCK/FunKey Factory Ilustrasi kesehatan, layanan kesehatan. Derajat kesehatan masyarakat Indonesia meningkat berdasarkan temuan studi yang dipublikasikan di jurnal The Lancet Global Health.

Sementara itu, Perwakilan World Health Organization (WHO) Indonesia Maria Intan Josi memberikan, penjelasan komprehensif mengenai pentingnya penguatan sistem riset kesehatan di Indonesia.

Maria, yang saat ini memiliki peran sebagai National Health Research System Strengthening, menjelaskan bahwa unit tersebut merupakan bagian dari unit Health System Strengthening (HSS) WHO.

"Dalam HSS, selain sistem riset kesehatan, fokus lainnya meliputi primary health care, health financing, health workforce, essential medicine, dan health information system," ujar Maria.

Ia menekankan pentingnya kolaborasi untuk riset kesehatan dan pemanfaatannya untuk kebijakan. Kolaborasi memerlukan ekosistem yang mendukung sistem riset kesehatan di sebuah negara.

"Harapannya, kolaborasi riset yang berjalan dapat memberikan dampak yang signifikan bagi publik dan meningkatkan outcome kesehatan nasional," jelasnya.

Maria juga menjelaskan definisi National Health Research System menurut WHO, yang meliputi governance, capacity building, knowledge generation, dan mekanisme pemanfaatan evidence untuk kebijakan.

"National Health Research System adalah sumber daya manusia, institusi, dan aktivitas yang bertujuan untuk menghasilkan penelitian berkualitas yang dapat digunakan untuk meningkatkan status kesehatan suatu negara," tambahnya.

Baca juga: Hari Kesehatan Sedunia, WHO Kampanyekan Pentingnya Keadilan

Lebih lanjut, ia memaparkan empat pilar dan sembilan komponen operasional dari sistem riset kesehatan nasional.

Pilar pertama adalah stewardship dan governance, yang mencakup visi sistem riset kesehatan, identifikasi prioritas riset, koordinasi stakeholder, pengaturan standar etika, dan evaluasi riset.

Pilar kedua adalah financing atau pendanaan, yang mengharuskan negara mampu mengalokasikan dan mengamankan dana untuk riset.

Pilar ketiga adalah creating and sustaining resources, menekankan pentingnya pembangunan dan keberlanjutan sumber daya manusia dan institusi riset.

Pilar terakhir adalah producing and using research, yang berfokus pada penerjemahan dan komunikasi hasil riset untuk menginformasikan pembuat kebijakan dan meningkatkan outcome kesehatan.

Maria menyebutkan, fokus utama WHO Indonesia saat ini adalah penguatan governance dan stewardship riset kesehatan.

"Sejak pandemi, kita mengalami transformasi riset institusi di Indonesia. Oleh karena itu, WHO Indonesia ingin mendukung peningkatan kapasitas riset melalui penguatan sistem dan standar," ujarnya.

Ia menekankan bahwa meskipun Indonesia telah memiliki banyak elemen penting dalam sistem riset kesehatan, masih ada banyak tantangan yang harus dihadapi.

"Penting bagi kita untuk mengevaluasi dampak dan pemanfaatan inisiatif yang telah berjalan. Beberapa langkah yang dapat kita lakukan adalah mapping dari apa yang kita miliki, menilai gap yang ada, dan mengembangkan model stewardship dan governance yang kuat," pungkasnya.

 

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau