KOMPAS.com - Hampir dua pertiga pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) yang sedang dibangun di seluruh dunia berada di China.
Temuan tersebut mengemuka dalam studi terbaru lembaga think tank Global Energy Monitor (GEM).
Berdasarkan studi GEM, China sedang membangun 339 gigawatt (GW) PLTS dan PLTB, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (11/7/2024).
Baca juga: PLN Didorong Fokus Transmisi Listrik, Swasta dan BUMN Pembangkit Energi Terbarukan
Jumlah tersebut delapan kali lipat lebih besar dari proyek Amerika Serikat (AS) yang berada di peringkat kedua, yaitu sebesar 40 GW.
Peneliti di GEM mengungkapkan, langkah China tersebut membuat tujuan dunia untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan sebanyak tiga kali lipat pada akhir 2030 menjadi sangat terjangkau.
Di satu sisi, GEM juga menyerukan China untuk meningkatkan targetnya dalam janji iklimnya kepada PBB tahun depan.
Beijing juga berada di jalur yang tepat untuk mencapai targetnya pada 2030 untuk memasang 1.200 GW PLTS dan PLTB.
Baca juga: IESR: Power Wheeling Percepat Pengembangan Energi Terbarukan RI
Bahkan, menurut lembaga think tank Climate Energy Finance China bisa mencapai target tersebut enam tahun lebih awal.
Meski demikian, China masih menghadapi tantangan penyerapan lonjakan energi terbarukan oleh jaringan listriknya karena saat ini masih berpusat pada batu bara.
Analis GEM Aiqun Yu mengungkapkan, China perlu mengembangkan jaringan listrik yang lebih cepat untuk menyerap energi terbarukan.
Pada Mei, China juga memecahkan rekor terbarunya. Produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara mencapai rekor terendah dengan pangsa 53 persen.
Baca juga: Tertarik Lamar Green Jobs? Ini Situs Lowongan Kerja Energi Terbarukan
Sementara itu, 44 persen listrik di China dipasok oleh pembangkit yang berasal dari sumber bahan bakar non-fosil.
Hal ini menunjukkan bahwa emisi karbon China mungkin mencapai puncaknya pada tahun lalu jika tren ini terus berlanjut, menurut analisis Lauri Myllyvirta, peneliti senior di Asia Society Policy Institute.
Meningkatnya pembangkit listrik dari energi terbarukan menyebabkan emisi karbon dioksida dari sektor ketenagalistrikan turun 3,6 persen pada Mei.
"Jika perkembangan PLTS dan PLTB yang pesat saat ini terus berlanjut, maka keluaran karbon dioksia China kemungkinan akan terus menurun, menjadikan tahun 2023 sebagai tahun puncak emisi negara tersebut," tulis Myllyvirta.
Baca juga: Wujudkan Kemandirian, Masyarakat Perlu Dilibatkan Pengembangan Energi Terbarukan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya