KOMPAS.com - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) membutuhkan investasi lebih dari 700 miliar dollar AS atau sekitar Rp 11,32 kuadriliun untuk mencapai emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) pada 2060.
Executive Vice President Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN Warsono dalam sebuah webinar di Jakarta, Selasa (16/7/2024), mengatakan saat ini PLN memiliki 73 gigawatt (GW) pembangkit listrik.
Mayoritas pembangkit listrik tersebut masih menggunakan batu bara, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Kejar Target Nol Emisi, SIG Pakai Bahan Bangunan Ramah Lingkungan
Untuk mencapai NZE, PLN secara bertahap akan menggantikan energi batu bara dengan energi baru terbarukan (EBT) seperti energi surya, air, biomassa, dan hidrogen.
“Ammonia untuk menggantikan batu bara atau pengembangan nuklir ke depan juga bisa jadi opsi,” kata Warsono.
Strategi PLN untuk mencapai NZE pada 2060 tersebut terbagi menjadi beberapa tahap.
Tahap jangka pendek yakni mengembangkan energi terbarukan termasuk memanfaatkan gas sebagai energi penyangga untuk energi terbarukan yang nantinya akan diubah menjadi hidrogen.
Baca juga: Berapa Penuruanan Emisi Karbon dari Larangan Penerbangan Domestik Jarak Pendek di Perancis?
Program jangka pendek lainnya adalah pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, co-firing biomassa, dan batu bara bersih.
Untuk jangka panjang, PLN akan melakukan peningkatan energi terbarukan, penggunaan baterai penyimpanan dan interkoneksi listrik, co-firing hidrogen, penggunaan penangkap dan penyimpang karbon atau CCUS terhadap PLTU batu bara.
Warsono menuturkan, pengembangan teknologi dan ekosistem pendukung juga dibutuhkan untuk mencapai NZE.
Contohnya seperti membangun infrastruktur untuk mendukung penggunaan kendaraan listrik, pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap, dan skema perdagangan emisi.
Baca juga: Pupuk Indonesia Klaim Reduksi 1,91 Juta Ton Emisi Karbon
PLN menargetkan tambahan 47 GW kapasitas pembangkit hingga 2033 dengan porsi pembangkit EBT sebesar 20,923 GW atau 51,6 persen dan porsi pembangkit fosil sebesar 19,562 GW atau 48,4 persen.
Sementara itu, total tambahan kapasitas pembangkit hingga 2040 adalah 86 GW, dengan rasio 75 persen berasal dari pembangkit EBT dan 25 persen dari pembangkit berbasis gas.
Berdasarkan data Dewan Energi Nasional (DEN), persentase bauran energi pada 2023 masih didominasi batu bara yakni 40,46 persen, minyak bumi 30,18 persen, gas bumi 16,28 persen.
Persentase bauran EBT meningkat 0,79 persen sehingga menjadi 13,09 persen pada 2023. Namun, realisasi tersebut masih di bawah target yang ditetapkan sebesar 17,87 persen.
Baca juga: Kurangi Emisi, RI Perlu Terapkan Kerangka Kerja Ketat
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya