Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/08/2024, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Suhu daratan di hamparan lapisan es Antartika telah melonjak rata-rata 10 derajat celsius di atas normal selama Juli.

Kenaikan suhu paling banyak terjadi di sejumlah wilayah di Antarktika Timur.

Data terbaru menunjukkan, suhu Antarktika Timur yang biasanya biasanya berkisar antara minus 50 hingga minus 60 derajat celsius kini mendekati minus 25 hingga minus 30 derajat celsius.

Baca juga: Bahaya, Lapisan Es Antarktika Menyusut Drastis dalam 25 Tahun

Michael Dukes dari MetDesk yang berbasis di Inggris mengatakan, kenaikan rata-rata suhu di Antarktika selama sebulan tersebut sangatlah signifikan.

Menurut berbagai permodelan yang dilakukan sejumlah ilmuwan, wilayah kutub memang menjadi kawasan yang paling banyak mendapatkan efeknya.

"Dan ini (kenaikan suhu di Antarktika) adalah contoh untuk itu," kata Dukes, sebagaimana dilansir The Guardian, Kamis (1/8/2024).

Zeke Hausfather, seorang ilmuwan peneliti di Berkeley Earth, mengatakan peningkatan suhu rata-rata di Antarktika disebabkan oleh gelombang panas.

Dia menambahkan, fenomena di Antarktika tersebut menjadi salah satu pendorong terbesar dalam lonjakan suhu global dalam beberapa pekan terakhir.

Baca juga: Es Laut Antarktika Alami Rekor Terendah di Musim Dingin

Dia menambahkan, Antarktika telah ikut menghangat bersama dunia selama lebih dari 50 tahun terakhir.

"Sebagian besar lonjakan pada bulan lalu didorong oleh gelombang panas," ujar Hausfather.

Gelombang panas yang terjadi di Antarktika tersebut merupakan yang kedua melanda wilayah tersebut dalam dua tahun terakhir.

Pada Maret 2022, gelombang panas menyebabkan lonjakan suhu hingga 39 derajat celsius dan menyebabkan sebagian lapisan es seukuran Roma runtuh.

Baca juga: Tanaman Tumbuh Lebih Cepat di Antarktika, Tanda Bahaya Bagi Bumi

Peningkatan suhu di Antartika pada Juli terjadi setelah El Nino yang sangat kuat, dan kemungkinan juga merupakan efek keterlambatan dari fenomena tersebut.

Duke menuturkan, fenomena alam tersebut dikombinasikan dengan peningkatan suhu secara umum yang disebabkan oleh kerusakan iklim.

Para ilmuwan mengatakan penyebab langsung gelombang panas tersebut adalah melemahnya pusaran kutub, siklon udara dingin dan tekanan rendah yang berputar di stratosfer sekitar setiap kutub.

Amy Butler, seorang ilmuwan atmosfer di National Oceanic and Atmospheric Administration mengatakan kepada The Washington Post, gangguan dari gelombang atmosfer telah melemahkan pusaran tersebut dan menyebabkan meningkatnya suhu tahun ini.

Baca juga: Penyusutan Es Laut Antarktika pada Juli Pecahkan Rekor

Jamin Greenbaum, seorang ahli geofisika di Scripps Institution of Oceanography University of California San Diego, mengaku khawatir mengenai apa yang akan terjadi di Antarktika pada tahun-tahun mendatang.

"Mayoritas ekspedisi lapangan saya dilakukan di Antartika Timur, tempat saya melihat peningkatan pencairan selama bertahun-tahun," ucap Greenbaum.

Edward Blanchard, seorang ilmuwan atmosfer di University of Washington, menuturkan, kenaikan suhu di Antarktika bulan lalu adalah peristiwa yang hampir memecahkan rekor.

"Kemungkinan besar memiliki lebih sedikit es laut dan wilayah selatan yang lebih hangat di sekitar benua Antartika memperbesar peluang untuk cuaca musim dingin yang lebih hangat di Antartika," kata Blanchard.

Baca juga: Luas Es Laut Antarktika Pecahkan Rekor Terendah pada Juni

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Rencana Terapkan Bioavtur Bertahap Mulai 2027

Pemerintah Rencana Terapkan Bioavtur Bertahap Mulai 2027

Pemerintah
Hutan Kota Bantu Kurangi Risiko Kesehatan akibat Panas Ekstrem

Hutan Kota Bantu Kurangi Risiko Kesehatan akibat Panas Ekstrem

Pemerintah
Kisah Mennatullah AbdelGawad yang Integrasikan Pembangunan Berkelanjutan ke Sektor Konstruksi

Kisah Mennatullah AbdelGawad yang Integrasikan Pembangunan Berkelanjutan ke Sektor Konstruksi

Swasta
Kemiskinan Naik di Daerah Tambang, Pertumbuhan Ekonomi Hanya di Atas Kertas

Kemiskinan Naik di Daerah Tambang, Pertumbuhan Ekonomi Hanya di Atas Kertas

LSM/Figur
Ilmuwan Temukan Cara Manfaatkan Ampas Kopi untuk Beton

Ilmuwan Temukan Cara Manfaatkan Ampas Kopi untuk Beton

LSM/Figur
Cegah Kerusakan Hutan Perlu Perlindungan Sosial Berbasis Masyarakat

Cegah Kerusakan Hutan Perlu Perlindungan Sosial Berbasis Masyarakat

LSM/Figur
Kabar Baik, WMO Prediksi Lapisan Ozon Bisa Pulih Sepenuhnya

Kabar Baik, WMO Prediksi Lapisan Ozon Bisa Pulih Sepenuhnya

LSM/Figur
Adaro Masuk Daftar TIME World’s Best Companies 2024, Apa Strateginya?

Adaro Masuk Daftar TIME World’s Best Companies 2024, Apa Strateginya?

Swasta
Konvensi Panas Bumi IIGCE Berpotensi Hadirkan Investasi Rp 57,02 Triliun

Konvensi Panas Bumi IIGCE Berpotensi Hadirkan Investasi Rp 57,02 Triliun

Swasta
AI Bisa Tekan Emisi Karbon dan Tingkatkan Keuntungan Perusahaan, Bagaimana Caranya?

AI Bisa Tekan Emisi Karbon dan Tingkatkan Keuntungan Perusahaan, Bagaimana Caranya?

Swasta
Indonesia Turunkan Perusak Ozon HCFC 55 Persen Tahun 2023

Indonesia Turunkan Perusak Ozon HCFC 55 Persen Tahun 2023

Pemerintah
Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Swasta
Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Pemerintah
20 Perusahaan Global Paling 'Sustain' Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

20 Perusahaan Global Paling "Sustain" Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

Swasta
Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau