KOMPAS.com - Deforestasi hutan hujan Amazon diklaim mencapai level terendahnya sejak 2016 menurut citra satelit yang dirilis pemerintah Brasil.
Tahun pengawasan deforestasi Brasil selama setahun biasanya berlangsung dari 1 Agustus hingga 30 Juli setahun setelahnya.
Penggundulan hutan hujan terbesar di dunia tersebut selama 12 bulan terakhir juga melambat hampir separuhnya bila dibandingkan tahun lalu.
Baca juga: Kabar Baik, Deforestasi di Amazon Kolombia Turun 36 Persen
Dalam 12 bulan terakhir, hutan hujan Amazon kehilangan 4.300 kilometer persegi, wilayah yang kira-kira tiga kali ukuran London, Inggris.
Deforestasi tersebut menurun 46 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya, sebagaimana dilansir Euronews, Kamis (8/8/2024).
Namun, masih banyak yang harus dilakukan untuk mengakhiri kerusakan. Dan bulan Juli 2024 menunjukkan adanya peningkatan 33 persen dalam penebangan pohon dibandingkan Juli 2023.
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva telah berjanji untuk meniadakan deforestasi pada 2030. Masa jabatannya akan berakhir pada Januari 2027.
Deforestasi Amazon telah menurun tajam sejak Lula terpilih sebagai persiden menggantikan Jair Bolsolonaro pada 2022.
Baca juga: Tingkatkan Reboisasi Amazon, Bank Dunia Bakal Terbitkan Obligasi
Di bawah pemerintahan Bolsonaro, deforestasi di Amazon mencapai titik tertingginya dalam 15 tahun.
Sekitar dua pertiga Amazon terletak di Brasil. Amazon juga menjadi hutan hujan terbesar di dunia, yang meliputi area dua kali ukuran India.
Amazon menyerap sejumlah besar karbon dioksida, mencegah iklim memanas lebih cepat dari yang seharusnya.
Amazon juga menampung sekitar 20 persen air tawar dunia, dan keanekaragaman hayati yang belum dapat dipahami oleh para ilmuwan, termasuk sedikitnya 16.000 spesies pohon.
Baca juga: Amazon Dekati Ambang Kritis, Dunia Terancam Kenaikan Suhu
Di sisi lain, selama periode yang sama, deforestasi di sabana luas Brasil, yang dikenal sebagai Cerrado, meningkat sebesar 9 persen.
Hilangnya vegetasi asli mencapai 7.015 kilometer persegi, area yang 63 persen lebih besar dari kerusakan di Amazon.
Cerrado adalah sabana dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, tetapi hanya sedikit wilayah di sana yang dijadikan status lindung.
"Cerrado telah menjadi 'bioma yang dikorbankan'. Topografinya cocok untuk produksi komoditas berskala besar yang dimekanisasi," kata Isabel Figueiredo dari lembaga nirlaba Society, Population and Nature Institute.
Figueiredo menuturkan, baik warga Brasil maupun komunitas internasional lebih peduli dengan hutan daripada sabana dan lanskap terbuka.
Padahal, ekosistem ini juga sangat beragam hayati dan penting untuk keseimbangan iklim.
Baca juga: Sungai Amazon Mengering Parah, Ribuan Ikan Mati, Masyarakat Terancam
Peneliti dari Amazon Institute of People and the Environment Paulo Barreto mengatakan, untuk mengendalikan penggundulan hutan dalam jangka panjang, pemantauan seperti dengan satelit dan penegakan hukum tidaklah cukup.
Dia menuturkan, perlu adanya perluasan kawasan lindung, baik di dalam maupun di luar wilayah adat.
Selain itu, perlu lebih banyak transparansi sehingga rumah pemotongan hewan melacak asal ternak mereka.
Peternakan sapi merupakan salah satu pendorong utama penggundulan hutan di Amazon. Barreto berujar, lahan penggembalaan yang terdegradasi juga perlu ditanami kembali agar menjadi hutan.
Dia menambahkan, harus ada aturan yang lebih ketat bagi sektor keuangan untuk mencegah pendanaan bagi penggundulan hutan.
Dalam wawancara di Brasilia, Menteri Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Marina Silva mengakui, sejauh ini penegakan hukum menjadi alat utama melawan penggundulan hutan, tetapi tindakan pemerintah harus dan akan lebih luas.
"Mulai sekarang, kita perlu menggabungkan penegakan hukum yang berkelanjutan dengan dukungan untuk kegiatan produksi yang berkelanjutan, yang merupakan salah satu pilar rencana kita," ucap Silva.
Baca juga: Amazon Web Services dan Habitat Indonesia Dukung Masyarakat Karawang lewat inCommunities
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya