KOMPAS.com - Melalui proyek restorasi hutan yang terpadu, ada tiga keuntungan yang bisa diperoleh sekaligus menurut penelitian terbaru.
Ketiga keuntungan tersebut adalah memulihkan keanekaragaman hayati, mengatasi krisis iklim, dan juga memberi manfaat bagi masyarakat di sekitar hutan.
Hal tersebut mengemuka dalam penelitian terbaru yang dipimpin Trisha Gopalakrishna dan diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences.
Baca juga: Di Kamboja, Ekoturisme Warga dan Swasta Tumbuhkan Ekonomi Sekaligus Konservasi
Penelitian tersebut menemukan, rencana proyek restorasi hutan yang terpadu dapat memberikan lebih dari 80 persen manfaat di ketiga aspek tersebut sekaligus.
Gopalakrishna dan rekan-rekan peneliti menggunakan asesmen yang disebut Kontribusi Alam bagi Masyarakat (NCP) untuk menunjukkan bagaimana memulihkan alam dan keanekaragaman hayati dapat membantu masyarakat untuk berkembang jika dilakukan dengan hati-hati.
Mereka mengatakan, hal itu menunjukkan ada hubungan holistik antara pemulihan dan manfaat bagi kemanusiaan yang dapat mencakup pengurangan kesenjangan sosial ekonomi.
Di India, tempat pemetaan dilakukan, antara 38 sampai 41 persen orang yang terkena dampak rencana tata ruang terpadu untuk hutan-hutan ini termasuk kelompok yang kurang beruntung secara sosial ekonomi.
Para peneliti membuat peta seluas 3,88 juta hektar area restorasi hutan yang memungkinkan.
Baca juga: Dorong Konservasi Penyu di Bali, WWF dan Indosat Kembangkan Program Berbasis IoT
Mereka menemukan, rencana terpadu memberikan rata-rata 83,3 persen dari NCP mitigasi krisis iklim, 89,9 persen dari nilai NCP keanekaragaman hayati, dan 93,9 persen dari NCP masyarakat dibandingkan dengan yang diberikan oleh rencana tujuan tunggal.
Gopalakrishna menuturkan, sangat penting untuk melibatkan masyarakat lokal saat merancang proyek konservasi dan itu dapat membuat pekerjaan lebih efisien.
"Menurut pendapat saya, lingkungan atau keanekaragaman hayati dan kebutuhan masyarakat lokal saling kompatibel. Ada banyak contoh yang menunjukkan keduanya berkembang pesat di berbagai wilayah di dunia, termasuk India," ujar Gopalakrishna, sebagaimana dilansir The Guardian, Senin (12/8/2024).
Dia menuturkan, sebaliknya proyek lingkungan yang mengabaikan atau melemahkan kebutuhan masyarakat setempat dapat berbahaya dan sering kali tidak berhasil memenuhi tujuan lingkungannya.
Baca juga: Dapat Penukaran Utang untuk Konservasi Terumbu Karang, KKP Fokus Laut Timur
Gopalakrishna menambahkan, proyek restorasi terkadang memiliki fokus yang sempit dan dapat menyebabkan pertentangan.
"Misalnya, jika Anda berfokus pada penyimpanan karbon, Anda hanya menanam spesies pohon tertentu dan memagari hutan untuk melindunginya. Jika Anda berfokus pada keanekaragaman hayati, Anda hanya mengelola hutan untuk spesies tertentu, seperti harimau bengal atau gajah asia yang menjadi simbol. Jika Anda berfokus pada mata pencaharian manusia, Anda hanya dapat menanam spesies yang menyediakan bahan bangunan dan kayu bakar untuk memasak," jelas Gopalakrishna.
Dengan mengintegrasikan ketiga aspek dalam poryek restorasi hutan, Gopalakrishna mengaku senang studi tersebut dapat memberikan ketiganya dampak yang signifikan.
Dia mengatakan, penting untuk menciptakan "lanskap multifungsi" dengan pohon yang dapat menyimpan karbon, tanaman yang dapat membantu kelangsungan hidup manusia, dan ruang bagi satwa liar, sehingga manusia dan hewan dapat sama-sama berkembang.
Baca juga: Greenpeace: UU Konservasi Malah Pisahkan Peran Masyarakat Adat
Metode ini telah diadopsi oleh Program Pembangunan PBB, yang telah menulis laporan tentang betapa pentingnya perencanaan tata ruang terpadu.
Konservasionis Eropa INSPIRE juga menggunakan metode ini untuk memahami jaringan kawasan lindung di Eropa.
Gopalakrishna menyebutkan, kesetaraan juga perlu lebih diperhatikan saat merencanakan proyek konservasi dan bahwa langkah selanjutnya harus mempertimbangkan aspek gender.
"Secara umum, saya pikir kebutuhan masyarakat dan khususnya kesetaraan perlu diperhitungkan dalam semua proyek konservasi dan pembangunan, yang merupakan lompatan terbesar yang dibuat oleh penelitian ini," ucap Gopalakrishna.
Baca juga: DPR Sahkan Revisi UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya