Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 16 Agustus 2024, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Kantor Staf Kepresidenan (KSP) dan Tim Ekonomi Presiden Terpilih dan Wakil Presiden Terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menyiapkan pembentukan badan atau organisasi yang bertanggung jawab terhadap pengendalian perubahan iklim dan tata niaga karbon.

Kepala KSP Moeldoko menuturkan, Pemerintah Indonesia era Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memiliki sejumlah rumusan kebijakan rendah karbon dalamRencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), serta memiliki komitmen penurunan emisi karbon.

"Dalam masa transisi pemerintahan ini harapannya bisa ada kebijakan yang lebih mengakselerasi dalam kepemimpinan selanjutnya," kata Moeldoko dalam Rapat Koordinasi Terkait Transisi Menuju Ekonomi Hijau dan Kebijakan Nilai Ekonomi Karbon, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (15/8/2024).

Baca juga: Strategi Perusahaan Tambang Kurangi Emisi Karbon, Audit hingga Teknologi

Rapat itu dihadiri Moeldoko dan juga Ketua Tim Ekonomi Presiden dan Wakil Presiden RI Terpilih Prabowo-Gibran Periode 2024-2029 Burhanuddin Abdullah, beserta pejabat lainnya dari kementerian atau lembaga terkait.

Moeldoko mengatakan, KSP mengusulkan pembuatan satuan tugas (satgas) untuk memulai pembahasan sinkronisasi dan transisi keberlanjutan implementasi kebijakan pengendalian karbon.

Satgas ini, kata Moeldoko, berfungsi menyiapkan peraturan pemerintah terkait pembentukan Badan Pengelola Pengendali Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BP3I-TNK) pascapelantikan Presiden RI dan Wakil Presiden RI Periode 2024-2029.

Moeldoko menjelaskan Indonesia memiliki tantangan pembiayaan dalam rangka memenuhi target penurunan emisi pada 2030.

Baca juga: Rencana HTI Bisa Akses Bursa Karbon Dipertanyakan

Menurutnya, potensi perdagangan karbon di Indonesia sangat besar karena memiliki kekayaan alam.

Di antaranya adalah potensi serta pesisir berupa mangrove, serta lahan gambut yang dapat menjadi sumber penyerapan karbon dan sangat penting dalam mengatasi krisis iklim.

"Indonesia bisa menangkap potensi ekonomi yang besar dari pasar karbon dan menjadi sumber penerimaan negara yang besar, baik melalui perdagangan karbon secara bilateral maupun mekanisme bursa karbon," kata Moeldoko.

Sementara itu, Burhanudin menjelaskan kewajiban untuk memenuhi komitmen global dalam mengurangi emisi karbon sejalan dengan 8 Misi Asta Cita presiden terpilih pada pilar kedua yaitu untuk mendorong kemandirian bangsa, salah satunya melalui ekonomi hijau.

Baca juga: KLHK: Hutan Tanaman Industri Disiapkan sebagai Pengurang Emisi Karbon

Hal itu diterapkan dengan membentuk BP3I-TNK yang bertugas untuk mengarahkan, mengelola, dan mengawasi pengendalian perubahan iklim yang berkelanjutan serta mewujudkan kedaulatan karbon dengan memanfaatkan teknologi blockchain.

“Harapannya semua dapat turut berkoordinasi dalam merumuskan badan dan revisi Perpres 98 tahun 2021,” kata Burhanuddin.

Perdagangan karbon di Indonesia diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022.

Perdagangan karbon melalui bursa diresmikan oleh Presiden Joko Widodo di Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) pada 26 September 2023.

Baca juga: KLHK Siapkan Standar Penghitungan Emisi, HTI Bisa Akses Bursa Karbon

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau