KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyiapkan standar penghitungan pengurangan emisi dari pembangunan hutan tanaman industri (HTI).
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Standardisasi Instrumen LHK (BSILHK) Ary Sudijanto dalam diskusi Festival LIKE 2 di Jakarta, Sabtu (10/8/2024).
Ary menuturkan, dalam perkembangannya, pembangunan HTI tidak hanya ditujukan untuk memenuhi permintaan kayu bulat untuk industri perkayuan.
Baca juga: Tak Boleh Asal, Industri Rendah Karbon Perlu Disiapkan Sejak Perencanaan
"Namun juga untuk memenuhi Long-Term Strategy for Low Carbon Scenario Compatible with Paris Agreement (LTS-LCCP) dan skenario pencapaian NDC (Nationally Determined Contribution)" kata Ary dikutip dari siaran pers.
Arty menuturkan, integrasi pembangunan hutan tanaman ke dalam strategi mitigasi perubahan iklim menjadi peluang yang strategis untuk mendukung pencapaian target penurunan emisi.
Menurut Ary, ada dua peran HTI yakni sumber emisi gas rumah kaca (GRK) dan sebagai sumber serapan emisi GRK.
Melihat dari dua peran tersebut, strategi yang harus dilakukan oleh pemegang izin HTI menurutnya adalah mengurangi emisinya dan meningkatkan serapannya.
Melalui izin multiusaha yang ada dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, ujar Ary, pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dapat mengambil potensi yang ada.
Baca juga: Langkah Winmar Holding Gaungkan Keberlanjutan lewat Pasar Karbon
"Termasuk sumber revenue (pendapatan) bagi PBPH. Tidak hanya kayu saja dengan luasan konsesi yang dimiliki, tetapi ada juga potensi lainnya seperti NEK (nilai ekonomi karbon)," ucapnya.
Selain meningkatkan serapan, Ary menyarankan PBPH mengambil strategi untuk meningkatkan integritas dari karbon, yang akan menjadi acuan atau dasar penetapan nilai karbonnya.
"Semakin tinggi tata kelola maka nilai karbonnya semakin tinggi, maka hutan tanaman yang sebelumnya revenue hanya dari produk kayu, maka sekarang dapat dari yang lain termasuk HHBK (hasil hutan bukan kayu), ekowisata, dan karbon," jelasnya.
Dia menyampaikan, penyediaan standar dan instrumen penghitungan penurunan ataupun penyerapan emisi menggunakan pendekatan perbedaan cadangan karbon.
Beberapa tahapan penghitungan pengurangan emisi GRK dalam standar ini seperti kelayakan program pembangunan HTI, inventarisasi GRK, dan analisis kategori kunci.
Baca juga: Pemerintah Laos Mulai Manfaatkan Satelit dan AI untuk Pantau Kredit Karbon
Selain itu menetapkan baseline emisi, penghitungan potensi serapan karbon dari aksi mitigasi, penghitungan pengurangan emisi dari aksi mitigasi, penghitungan uncertainty, serta penilaian risiko dan buffer.
"Melalui penerapan standar ini, diharapkan para pemegang izin HTI melaksanakan sesuai dengan regulasi nasional dan internasional, untuk mendapatkan sertifikasi dan akses ke pasar karbon," ucap Ary.
Dia menyampaikan, target pembangunan hutan tanaman di Indonesia pada 2030 adalah seluas 11,227 juta hektare.
Menurutnya, langkah itu akan sangat mendukung pencapaian target Indonesia Forestry and Other Land Use Net Sink (FOLU) Net Sink 2030.
Selain itu, dia menyebutkan hal tersebut juga mandat dari Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan NEK.
Baca juga: Microsoft Beli 80.000 Ton Kredit Penghilang Karbon dari Proyek Hutan AS
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya