KOMPAS.com - Forest Watch Indonesia (FWI) menyebutkan, proyek bioenergi nasional terutama tanaman energi menjadi ancaman baru deforestasi di Gorontalo.
Juru Kampanye FWI Anggi Putra Prayoga mengatakan, Gorontalo berada dalam cengkraman proyek bioenergi nasional.
Dia menambahkan, berbagai izin pengusahaan bahan baku kayu untuk energi di Gorontalo menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia yakni seluas 282.100 hektare dengan 10 izin.
Baca juga: Deforestasi Amazon di Brasil Catatkan Rekor Terendah Sejak 2016
Di satu sisi, data FWI menunjukkan hutan alam yang tersisa di Gorontalo hanya sekitar 693.795 hektare atau sekitar 57 persen dari luas daratan.
Sementara itu, deforestasi yang terjadi masih sangat tinggi yakni 35.770,36 hektare pada 2017 sampai 2013. Adanya proyek bioenergi di provinsi ini dikhawatirkan FWI semakin membabat hutan alam yang tersisa.
Anggi menyebutkan, proyek bioenergi di Gorontalo berasal dari tiga sumber lahan.
Pertama, perkebunan kelapa sawit yang mendapatkan amnesti dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kedua, transformasi usaha hutan tanaman industri. Ketiga, areal lahan bekas Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
Dia menambahkan, deforestasi terencana yang terjadi di Gorontalo akibat pembangunan proyek bioenergi tidak bisa dibenarkan.
Baca juga: Deforestasi Mangrove Mengancam, Ini Upaya Pemerintah
"Pemanfaatan kayu dari hutan alam tidak akan pernah bisa menjawab apa-apa berkaitan dengan agenda transisi energi sebagai upaya pengurangan emisi," kata Anggi dalam siaran pers, Jumat (22/8/2024).
Dia menuturkan, penerbitan izin bioenergi tersebut menjadi upaya KLHK untuk mencapai target net sink pada 2030.
Sayangnya, pendekatan penerbitan izin untuk korporasi masih digunakan dalam upaya strategi pencapaian target pengurangan emisi.
Anggi berujar, bioenergi yang berbasiskan hutan dan lahan dapat menjerumuskan Gorontalo bahkan Indonesia ke dalam jurang deforestasi sehingga berpotensi menggagalkan pencapaian target pengurangan emisi Indonesia di tingkat global.
Renal Husa dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Gorontalo dengan tegas menolak segala bentuk industri ekstraktif, termasuk proyek bioenergi di Gorontalo.
Baca juga: Indonesia Pamer Penurunan Deforestasi Saat Temu Pejabat Senior ASEAN
Dia bertutur, proyek tersebut bisa mengancam ruang kelola rakyat dan berpotensi menimbulkan bencana ekologis baru.
"Hutan Gorontalo harus dikelola oleh rakyat, bukan korporasi, mengingat sejarah panjang konflik dengan masyarakat," kata Renal.
Terry Repi dari Institute for Human and Ecological Studies (Inhides) yang juga Akademisi Universitas Muhammadiyah Gorontalo menyoroti, bioenergi menjadi ancaman serius bagi keanekaragaman hayati.
Dia mengatakan, aktivitas bioenergi dapat mengakselerasi hilangnya habitat, terutama bagi spesies spesialis dan spesies dengan jelajah yang luas, yang berisiko menyebabkan kepunahan.
"Konversi hutan dapat mengubah struktur dan komposisi ekosistem hutan serta mendorong munculnya spesies invasif yang mengganggu keseimbangan ekosistem," tuturnya.
Baca juga: Kabar Baik, Deforestasi di Amazon Kolombia Turun 36 Persen
Selain itu, dibutuhkan waktu yang sangat lama, antara 44 hingga 104 tahun, bagi hutan untuk menyerap kembali kelebihan karbon dioksida setelah penebangan.
Artinya, asumsi bahwa bioenergi kayu bersifat netral karbon adalah terlalu optimistis dan dapat menunda upaya mitigasi perubahan iklim yang lebih efektif.
Sementara itu, anggota Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) Abubakar Siddik Katili yang juga mengatakan, kerusakan ekosistem akibat proyek bioenergi dapat menyebabkan hilangnya fungsi hutan sebagai penyedia jasa lingkungan.
Akademisi Pusat Kajian Ekologi Pesisir berbasis Kearifan Lokal (PKEPKL) Universitas Negeri Gorontalo itu juga menambahkan, hilangnya fungsi hutan bakal memperparah perubahan iklim global.
"Kerusakan ekosistem dan lingkungan adalah cerminan dari karakter serta perilaku yang abai terhadap keseimbangan sistem ekologis. Setiap tindakan memiliki dampak besar pada lingkungan dan makhluk hidup lainnya," tutur Abubakar.
Baca juga: Petani Kecil Bisa Bebas Deforestasi, Organisasi Masyarakat Sipil Luncurkan Panduan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya