BANYUASIN, KOMPAS.com - Akademisi dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Tengku Zia mengatakan, masa kritis mangrove setelah ditanam adalah empat tahun.
Anggota tim Center of Excellence of Peatland and Mangrove Conservation and Productivity Improvement (CoE Place) Unsri tersebut mengatakan, selama kurun waktu empat tahun, bibit mangrove yang ditanam menghadapi berbagai tantangan.
"Berdasarkan pengalaman di lapangan, bibit mangrove yang ditanam hingga usia tiga sampai empat haun masih kritis. Masih sering diserang penyakit, hama, mengalami mati mendadak, dan lain sebagainya," kata Zia kepada wartawan di Sungsang, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, Kamis (29/8/2024).
Baca juga: Restorasi Mangrove di Banyuasin Ditarget Serap 180 Ton Karbon Dioksida
Zia menuturkan, kepiting juga menjadi salah satu ancaman besar bagi bibit-bibit mangrove yang ditanam.
Oleh karena itu, perlu upaya pemantauan dan perawatan agar bibit mangrove yang ditanam tidak sia-sia sebagai upaya konservasi lahan.
Beberapa contoh perawatan yang dilakukan seperti pemberian sekat berupa bambu di sekitar bibit mangrove supaya mencegah serangan kepiting.
Selain itu, mencegah kekeringan juga perlu dilakukan agar bibit mangrove yang ditanam tetap mendapatkan suplai air yang cukup.
Baca juga: Lewat Program SMART, CIFOR-ICRAF Restorasi Mangrove Sambil Berdayakan Masyarakat
"Contohnya (penanaman mangrove) dibuat zonasi dan dibuat kanal dengan sekat. Sehingga ketika air masuk, ada yang tertahan dan mencegah kekeringan," ucap Zia.
Dia menyampaikan, setelah berusia empat tahun, mangrove menjadi lebih kuat dan stabil kehidupannya karena ditopang akar-akarnya yang ekstensif.
Zia menyayangkan, selama ini upaya penanaman mangrove tidak dilakukan perawatan dan pemantauan sehingga banyak yang gagal.
Padahal, agar penanaman mangrove bisa berhasil, berbagai upaya perawatan tersebut perlu dilakukan agar survival rate-nya tinggi.
"Lalu yang juga menjadi perhatian selanjutnya adalah berapa banyak yang hidup setelah beberapa tahun," tuturnya.
Baca juga: 80 Persen Mangrove Rusak karena Alih Fungsi Lahan, Perlu Strategi Restorasi dan Perlindungan
Sementara itu, Director Center for International Forestry Research (CIFOR) Indonesia Herry Purnomo menuturkan, upaya yang tak kalah penting dalam merestorasi mangrove adalah tambal sulam.
Tambal sulam merupakan metode untuk mengganti mangrove yang mati setelah ditanam dengan bibit lainnya.
Sehingga dalam satu petak penanaman mangrove, bibit yang mati bisa segera tergantikan dengan mangrove yang lain.
Metode tambal sulam memerlukan pemantauan yang kontinyu dan melibatkan intervensi manusia.
"Jadi merestorasi mangrove memang membutuhkan kegigihan agar hasilnya bisa terbayarkan," papar Herry.
Baca juga: Garuda Indonesia Restorasi Lingkungan Lewat Penanaman Bibit Mangrove
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya