KOMPAS.com - Critical Mineral punya peran penting dalam perekonomian dan sekaligus dapat mendukung transisi energi terbarukan di Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan oleh Bernardus Irmanto, Chief Sustainability and Corporate Affairs Officer PT Vale Indonesia Tbk dalam Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Sebagai informasi, komoditas yang termasuk dalam mineral kritis (critical mineral) antara lain nikel, bauksit, kobalt, dan tembaga.
"Sumber daya alam critical mineral yang dimiliki Indonesia merupakan sebuah berkah namun yang penting bagaimana kita juga bisa mengembangkannya untuk mendukung transisi energi," kata Anto.
Baca juga: Berdayakan UMKM, Cara Perkuat Keberlanjutan di Indonesia
Menurutnya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengembangkan critical mineral salah satunya adalah dengan bekerja sama dengan berbagai mitra, misalnya dari sektor teknologi.
"Saat ini, contohnya saja untuk menambang nikel, kita masih bergantung dengan teknologi dari mitra untuk memprosesnya," paparnya.
Selain itu juga perlu akses pendanaan untuk mengembangkan critical mineral karena perlunya modal yang besar sehingga membutuhkan peran bank.
"Dan yang tidak boleh dilupakan adalah persetujuan dari masyarakat sekitar dan juga pemerintah untuk mengembangkan proyek tersebut," ungkap dia.
Namun pengembangan critical mineral itu juga perlu dibarengi dengan prinsip-prinsip keberlanjutan.
"Saat berbicara dengan mitra, mereka akan mempertanyakan soal itu (keberlanjutan) dan tidak bisa terhindarkan. Misalnya saja dalam produksi nikel, mitra akan meminta asesmen setelah 6 bulan pasca mining operation," ungkap Anto.
Contoh lainnya, industri tambang tentu membutuhkan pembukaan lahan dengan menebang pohon tapi bagaimana sebagai industri kita bisa meminimalkannya dengan cara rehabilitasi area atau menjaga kualitas air.
Baca juga: Alasan Perusahaan Besar di Dunia Mundur dari Komitmen Keberlanjutan
Lebih lanjut, jika kriteria itu tidak dipenuhi ini justru akan menjadi ganjalan tersendiri dalam pengembangan critical mineral.
"Sustainability bisa jadi limiting factor tapi pada saat yang sama itu juga sebuah potensi. Sehingga pelaporan ESG bukan hanya sekedar jargon tapi juga sudah menjadi DNA di Vale" katanya.
Co-Chief Operating Officer & Director, Social Performance International Council on Mining and Metals (ICMM) Danielle Martin menambahkan saat ini industri pertambangan lebih 50 persen berada di tanah yang ditempati penduduk lokal.
"Jadi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana aktivitas industri tersebut tidak berdampak buruk bagi para masyarakat lokal," jelasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya