KOMPAS.com - Anggota Dewan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (DMETI) Riki Firmandha Ibrahim mengatakan, Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) berpotensi bisa menaikkan tarif dasar listrik bila memasukkan skema power wheeling.
Power wheeling adalah mekanisme di mana perusahaan pembangkit listrik swasta dapat membangun pembangkit listrik dan menjual listrik secara langsung ke masyarakat.
Penjualan listrik dalam skema power wheeling juga bisa memanfaatkan jaringan transmisi badan usaha milik negara (BUMN), dalam hal ini PLN.
Baca juga: Anggota DPR: Power Wheeling Bisa Liberalisasi Listrik Nasional
"Dalam pembahasan RUU EBET masih terdapat indikasi kuat yang memaksakan skema power wheeling masuk ke dalam RUU ini. Hal ini bakal berisiko mengerek tarif dasar listrik dan memperbesar anggaran subsidi yang diberikan oleh negara,” kata Riki di Jakarta, Sabtu (7/9/2024), sebagaimana dilansir Antara.
Riki yang juga mantan Direktur Utama PT Geo Dipa Energi itu menjelaskan, power wheeling berisiko membuat harga listrik energi terbarukan menjadi berbeda dengan harga listrik yang sudah ditetapkan pemerintah.
"Proses distribusinya pun akan membuat biaya energi makin mahal karena negara akan kesulitan menentukan tarif dasar listrik," ujar Riki.
Untuk itu, dia berharap RUU EBET lebih fokus pada insentif yang diberikan kepada pengembang energi baru terbarukan, bukan melegitimasi liberalisasi sistem ketenagalistrikan.
Menurut dia, sebaiknya pembahasan RUU EBET juga berfokus pada bagaimana teknologi energi terbarukan dapat berjalan di Indonesia.
Baca juga: IESR: Power Wheeling dapat Tarik Investasi Perusahaan Multinasional
"Hal ini sejalan dengan pemberian insentif atas teknologi energi terbarukan tersebut," tutur Riki.
Melalui pemberian insentif, dia meyakini manfaat yang dihasilkan akan lebih besar untuk perkembangan atau pembangunan ekonomi melalui produk domestik bruto (PDB).
Apalagi, sambung Riki, ke depan ada pajak karbon, pinjaman hijau, dan lain sebagainya. Dengan adanya pajak karbon dari RUU EBET, Riki meyakini aturan itu bakal menguntungkan masyarakat.
"Bukan malah merugikan masyarakat dengan membebani tarif listrik yang tinggi," paparnya.
Dia menegaskan, pembahasan yang memasukkan skema power wheeling ke dalam RUU EBET menjadikannya tidak tepat sasaran.
Baca juga: IESR: Power Wheeling Percepat Pengembangan Energi Terbarukan RI
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo justru menilai, penerapan skema power wheeling dapat menarik investasi di Indonesia.
Investasi tersebut terutama dari perusahaan multinasional yang memiliki target menggunakan 100 persen energi terbarukan pada 2030.
Kepastian akses ke listrik energi terbarukan akan membantu perusahaan ini memenuhi target dekarbonisasi dan menerapkan strategi dekarbonisasi melalui elektrifikasi rantai pasoknya.
Di sisi lain, peningkatan permintaan energi terbarukan akan mendorong perluasan jaringan listrik.
Baca juga: Power Wheeling Dinilai Buka Peluang Investasi Energi Terbarukan di Indonesia
Deon mengusulkan pemerintah menyiapkan aturan yang mendorong pembangunan dan penguatan jaringan listrik lebih optimal melalui perencanaan jaringan yang berorientasi pada penyerapan listrik energi terbarukan.
Dia menambahkan, skema power wheeling akan membuka permintaan energi terbarukan dari pelanggan, utamanya kelompok industri, sehingga menarik pengembangan proyek energi terbarukan dan integrasi ke jaringan PT PLN.
Pasalnya, selama ini banyak potensi energi terbarukan tidak dapat dikembangkan karena harus menunggu listriknya dibeli oleh PT PLN.
"Power wheeling membuat konsumen industri dapat membeli listrik energi terbarukan untuk dimanfaatkan dalam mendukung proses industri rendah karbon atau hijau," urai Deon dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (10/7/2024).
Baca juga: Pembahasan Power Wheeling Seperti Siluman, Pemerintah dan DPR Didesak Cermati RUU EBET
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya