PAJAK karbon di Indonesia direncanakan mulai diterapkan pada 2024 sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mempercepat transisi energi menuju energi bersih dan mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan akan berlaku secara bertahap, dimulai dengan sektor pembangkit listrik dan transportasi yang menggunakan bahan bakar fosil.
Namun, penerapan pajak karbon masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk penyiapan regulasi yang matang.
Saat ini, pemerintah sedang menggodok aturan lebih lanjut terkait penerapan pajak ini, termasuk mekanisme pasar karbon dan perdagangan karbon cap-and-trade. Rencana awal untuk menerapkan pajak karbon telah beberapa kali ditunda.
Indonesia mulai memperkenalkan ide pajak karbon sejalan dengan komitmen internasionalnya untuk mengurangi emisi GRK.
Pada 2016, Indonesia meratifikasi Perjanjian Paris, yang menetapkan target untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan hingga 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.
Pajak karbon resmi diperkenalkan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 2021.
UU ini menandai tonggak penting dalam komitmen Indonesia untuk mengendalikan perubahan iklim melalui kebijakan fiskal.
Pajak karbon ini pada dasarnya dikenakan atas setiap emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan di atas batas tertentu, dengan tujuan mengurangi emisi GRK dari berbagai sektor industri.
Awalnya, penerapan pajak karbon dijadwalkan untuk dimulai pada April 2022, tetapi beberapa kali ditunda karena berbagai alasan, termasuk pandemi COVID-19 dan kebutuhan untuk mempersiapkan infrastruktur yang mendukung serta regulasi lebih matang.
Pada 2023, pemerintah mengumumkan bahwa pajak karbon baru akan diterapkan pada 2024, dengan fokus awal pada sektor pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil.
Pada 2024, Kementerian Keuangan menyatakan bahwa pemerintah sedang mempersiapkan regulasi lebih lanjut untuk mengimplementasikan pajak karbon.
Ini termasuk pengembangan peta jalan (roadmap) dan mekanisme perdagangan karbon, yang bertujuan mendukung transisi menuju ekonomi hijau di Indonesia.
Penerapan awal akan difokuskan pada sektor-sektor yang paling berkontribusi terhadap emisi, seperti pembangkit listrik berbasis fosil dan transportasi.
Sayangnya, implementasi pajak karbon masih harus menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, penerapan pajak karbon membutuhkan infrastruktur memadai untuk mengukur dan memantau emisi karbon dari berbagai sektor industri.
Namun, infrastruktur ini belum sepenuhnya siap di banyak daerah, terutama di luar Pulau Jawa.
Selain itu, regulasi mendetail, termasuk peraturan teknis dan pedoman pelaksanaan, masih dalam tahap penyusunan dan pematangan, yang menyebabkan penundaan dalam implementasi.
Kedua, industri-industri tertentu, terutama yang sangat bergantung pada bahan bakar fosil, khawatir bahwa pajak ini akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing, terutama jika diterapkan secara tiba-tiba tanpa persiapan memadai.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa biaya tambahan dari pajak karbon akan dibebankan kepada konsumen, yang dapat menyebabkan inflasi.
Ketiga, kesadaran dan pemahaman mengenai pentingnya pajak karbon masih terbatas di kalangan pengusaha dan masyarakat.
Hal ini berpotensi menghambat kepatuhan terhadap kebijakan ini, terutama di sektor-sektor yang kurang terekspos pada isu-isu lingkungan.
Edukasi dan sosialisasi mengenai manfaat dan mekanisme pajak karbon menjadi sangat penting untuk memastikan kepatuhan lebih luas.
Keempat, mekanisme perdagangan karbon, seperti sistem cap-and-trade, masih dalam tahap awal pengembangan di Indonesia.
Ini memerlukan kerangka kerja yang jelas dan infrastruktur mendukung, termasuk pasar karbon yang likuid dan transparan. Pengembangan mekanisme ini merupakan tantangan yang memerlukan waktu dan investasi.
Selain pengaruh internal, Indonesia juga harus mempertimbangkan pengaruh eksternal, seperti fluktuasi harga energi global dan tekanan geopolitik, yang dapat memengaruhi penerapan pajak karbon.
Ketidakpastian global dapat memperlambat investasi dalam teknologi bersih dan energi terbarukan, yang diperlukan untuk mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Perubahan iklim telah menghadirkan dampak yang serius terhadap lingkungan dan kehidupan manusia, dengan manifestasi seperti cuaca ekstrem, naiknya permukaan air laut, dan kerusakan ekosistem.
Dalam upaya mengatasi masalah ini, pajak karbon dianggap sebagai instrumen kunci untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan memperlambat laju perubahan iklim.
Indonesia, sebagai bagian dari komitmen globalnya dalam Perjanjian Paris, telah menetapkan target untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060 atau lebih awal.
Percepatan penerapan pajak karbon diharapkan dapat membantu Indonesia mencapai target ini lebih cepat, sekaligus menunjukkan keseriusan negara dalam memenuhi komitmen internasionalnya.
Lebih dari sekadar alat untuk mengurangi emisi, penerapan pajak karbon juga dipandang sebagai katalis untuk transformasi menuju ekonomi hijau.
Langkah ini berpotensi menciptakan peluang baru dalam sektor energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan, sambil mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Strategi ini tidak hanya penting untuk kelestarian lingkungan, tetapi juga untuk keberlanjutan ekonomi jangka panjang Indonesia.
Di tingkat lokal, banyak daerah di Indonesia menghadapi tantangan serius terkait polusi dan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh industri berbasis fosil.
Percepatan penerapan pajak karbon diharapkan dapat membantu mengurangi dampak negatif ini dengan mendorong pengurangan emisi dari industri-industri tersebut dan meningkatkan penggunaan teknologi yang lebih bersih.
Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya berdampak pada skala nasional dan global, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi masyarakat di tingkat lokal dalam hal peningkatan kualitas lingkungan dan kesehatan.
Peran pemerintah daerah dalam implementasi pajak karbon di Indonesia akan menjadi signifikan, terutama dalam memastikan bahwa kebijakan ini dapat berjalan efektif di tingkat lokal.
Beberapa peran spesifik yang dapat diambil pemerintah daerah, pertama, mengawasi pelaksanaan pajak karbon di wilayah mereka.
Ini termasuk memastikan bahwa perusahaan-perusahaan lokal mematuhi aturan pajak karbon, seperti pelaporan emisi dan pembayaran pajak yang sesuai.
Kedua, pemerintah daerah dapat membantu menyediakan infrastruktur yang diperlukan untuk pengukuran dan pemantauan emisi karbon, seperti stasiun pengukuran kualitas udara dan sistem pemantauan emisi.
Infrastruktur ini sangat penting untuk memastikan bahwa pajak karbon dapat diterapkan secara akurat dan adill.
Ketiga, pemerintah daerah dapat menyusun kebijakan daerah yang mendukung penerapan pajak karbon, seperti insentif untuk penggunaan energi terbarukan dan pengurangan emisi di sektor-sektor kritis.
Kebijakan ini bisa berupa pengurangan pajak daerah bagi perusahaan yang menerapkan teknologi hijau atau insentif lainnya yang mendorong penggunaan energi bersih.
Keempat, pemerintah daerah dapat berperan dalam edukasi dan sosialisasi mengenai pajak karbon kepada masyarakat dan sektor bisnis lokal.
Ini mencakup menjelaskan pentingnya pajak karbon, bagaimana mekanismenya bekerja, dan manfaat jangka panjang dari kebijakan ini. Sosialisasi yang efektif dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap pajak karbon.
Kelima, pemerintah daerah dapat memfasilitasi kerja sama antara sektor swasta dan pemerintah untuk mengembangkan solusi teknologi yang dapat membantu mengurangi emisi karbon.
Ini bisa berupa kemitraan publik-swasta dalam proyek energi terbarukan, atau pengembangan teknologi hijau lainnya yang dapat diterapkan di tingkat lokal.
Terakhir, pemerintah daerah juga dapat berperan dalam mengembangkan pasar karbon lokal, di mana perusahaan dapat membeli dan menjual kredit karbon.
Ini akan membantu dalam implementasi mekanisme cap-and-trade dan memungkinkan perusahaan untuk lebih fleksibel dalam memenuhi target emisi mereka.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya