Hal ini menunjukkan manfaat dan keuntungan dari memiliki ketrampilan ramah lingkungan, terutama di awal karier seseorang.
Meski begitu laporan Linkedln juga menyoroti adanya kesenjangan gender yang jelas di pasar green skill.
Baca juga: Berdayakan UMKM, Cara Perkuat Keberlanjutan di Indonesia
Menurut analisis lebih lanjut tentang gender di pasar green skill, satu dari enam laki-laki memenuhi syarat sebagai tenaga kerja green skill.
Sedangkan hanya satu dari sepuluh perempuan yang memenuhi syarat. Ini berarti sembilan dari sepuluh perempuan tidak memiliki satu pun ketrampilan ramah lingkungan.
Kesenjangan gender ini bervariasi di berbagai industri. Sektor energi terbarukan misalnya, secara khusus kekurangan tenaga kerja perempuan dengan green skill.
Industri energi terbarukan ini hanya punya 34 persen tenaga kerja perempuan dengan green skill. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata industri lain sebesar 44 persen.
Jika dijabarkan ke dalam peran kepemimpinan, hanya 21,8 persen pendiri perusahaan energi terbarukan adalah perempuan.
Kesenjangan terbesar lain ada di bidang green skill lintas fungsi, di mana laki-laki hampir 3 kali lebih mungkin daripada perempuan untuk memiliki keterampilan khusus ini.
Secara khusus, green skill lintas fungsi mengacu pada proyek pemeliharaan dan perbaikan, seperti untuk sistem kelistrikan, bangunan, dan komputer.
sumber https://www.greeneconomy.co.uk/news/global-workforce-lacks-green-skills-report-reveals-critical-shortages-and-gender-disparities/
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya