KOMPAS.com - Integrasi kecerdasan buatan (AI) ke dalam sistem kontrol lingkungan pertanian dalam ruangan dapat mengurangi konsumsi energi hingga 25 persen.
Menurut peneliti dari Cornell University Benjamin Decardi-Nelson, hal tersebut berpotensi mampu membantu ketahanan pangan ketika populasi dunia meningkat.
"Jika kita menggabungkan AI ke pertanian dalam ruangan berskala besar dengan pencahayaan dan kontrol iklim lengkap, kita dapat memfasilitasi fotosintesis, transpirasi, dan respirasi tanaman," ungkap Benjamin Decardi-Nelson.
Baca juga: IBM Dorong Pertanian Berkelanjutan di Desa Sesaot NTB
Aplikasi itu pun akhirnya dapat mengurangi energi sambil meningkatkan efisiensi dan penghematan sumber daya yang berharga.
Mengutip laman resmi Cornell University, Jumat (27/9/2024) populasi dunia diperkirakan akan tumbuh menjadi 9,7 miliar orang pada 2050.
Pertumbuhan yang dikombinasikan dengan perubahan iklim dan urbanisasi itu menurut peneliti membutuhkan perbaikan dalam sistem produksi pangan dunia saat ini.
Baca juga: Agroforestri Salak Bali Ditetapkan Jadi Warisan Pertanian Dunia
Salah satu solusinya adalah dengan menggunakan metode pertanian dalam ruangan yang memanfaatkan pencahayaan buatan.
Metode itu tidak terlalu rentan terhadap perubahan iklim tetapi memerlukan banyak energi dan butuh pengelolaan sumber daya yang cermat agar berkelanjutan.
Ventilasi memang dapat mengurangi penggunaan energi, tetapi mempersulit pertumbuhan tanaman dengan memengaruhi kadar karbon dioksida dan keseimbangan kelembapan.
Di sinilah manfaat kecerdasan buatan di mana alat dapat membantu metode regulasinya.
"Kecerdasan buatan menawarkan solusi yang menjanjikan dengan mengelola beberapa kompleksitas," kata Decardi-Nelson.
Menurut peneliti, pemanfaatan AI dapat mengurangi penggunaan energi dengan mengoptimalkan sistem pencahayaan dan pengaturan iklim.
Baca juga: Bahan Bakar Fosil dan Pertanian Kuras Dana Publik Negara Terdampak Perubahan Iklim
Hasilnya, penggunaan energi turun menjadi 6,42 kilowatt jam per kilogram berat segar (energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram tanaman di ruangan) dari yang sebelumnya 9,5 kilowatt jam per kilogram berat segar.
Para peneliti juga menemukan bahwa untuk daerah yang lebih hangat seperti Dubai atau iklim Amerika Serikat bagian selatan, AI bahkan mampu mengurangi penggunaan menjadi 7,26 kilowatt jam per kilogram berat segar dari yang sebelumnya 10,5 kilowatt jam per kilogram berat segar.
Peneliti menambahkan studi ini berfokus pada sistem pintar untuk membuat produksi pangan menjadi optimal, berkelanjutan, dan mengurangi jejak karbon yang bisa dilakukan oleh AI.
"Kita dapat menghemat cukup banyak jika menggunakan AI untuk mengoptimalkan pencahayaan buatan dan sistem energi lainnya," ungkap Decardi-Nelson lagi.
Studi ini dipublikasikan di Nature Food.
sumber https://news.cornell.edu/stories/2024/09/ai-boosts-indoor-food-productions-energy-sustainability
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya