Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembatalan Cukai Rokok Dinilai Halangi Eradikasi TBC

Kompas.com - 07/10/2024, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Satyani Saminarsih mengatakan, pembatalan kenaikan cukai rokok dapat menghalangi tercapainya target eradikasi tuberkulosis (TBC) pada 2030.

Pasalnya, diah menuturkan rokok menjadi salah satu penyebab TBC.

Dia menuturkan, ada janji di tingkat nasional terkait target capaian kesehatan. Contohnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

Baca juga: Stunting dan TBC Punya Kaitan, Perlu Perhatian

"Sayang kalau misalnya cukai ini tidak naik, akhirnya nggak sinkron antara aturan regulasi yang sudah dibuat dengan implementasi kebijakannya. Itu akan menyisakan gap yang sangat besar," ucap Diah, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (3/10/2024).

Selain cita-cita Indonesia Emas 2045, Indonesia juga berkomitmen untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Soals (SDGs), salah satunya mengeradikasi TBC pada 2030.

Namun, mengutip laporan Global TB Report 2023, hingga kini Indonesia masih menjadi negara kedua dengan beban terberat terkait TBC.

"Di publik beredar bahwa kalau cukai rokok dinaikkan, harga rokok menjadi lebih mahal. Itu sebenarnya enggak ada keuntungannya juga, enggak ada efeknya juga, karena orang akan lari ke rokok lain yang harganya lebih murah. Nah, di sinilah letak kesalahan berpikirnya," papar Diah.

Baca juga: Hampir Seperempat Kasus TBC di Solo Terjadi pada Anak

Menurutnya, yang harus dilakukan adalah meregulasi rokok-rokok yang tidak punya pita cukai.

Sehingga tidak ada lagi rokok tadi yang bisa dijual eceran maupun yang tidak punya pita cukai, sehingga semuanya berdasarkan regulasi yang sama.

Diah menilai dengan menaikkan cukai rokok, pemerintah punya keleluasaan fiskal untuk menggunakan uang tersebut untuk hal-hal yang lebih berguna untuk publik.

Contohnya seperti makanan bergizi, skrining kesehatan gratis, dan untuk menangani TBC juga.

Baca juga: Perkuat Penanganan TBC Asia Tenggara, ASEAN Luncurkan Program AIDP

Dalam salah satu penelitian CISDI menemukan, pemerintah mengeluarkan Rp 27,7 triliun untuk membayar ongkos penyakit-penyakit yang disebabkan oleh rokok seperti penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes, dan gagal ginjal.

Dalam kesempatan yang sama, dia menjelaskan sebuah riset oleh CISDI menunjukkan sebanyak 8,8 juta orang sebenarnya hidup di bawah garis kemiskinan.

Akan tetapi, mereka tidak dianggap miskin karena pengeluaran untuk rokok membuat pengeluaran rutin keluarga terkesan besar.

Apabila rokok dihilangkan dari pengeluaran rutin tersebut, maka mereka sebenarnya termasuk miskin.

"Artinya, angka kemiskinan kita tuh sebenarnya jauh lebih tinggi daripada yang ada saat ini," ujar Diah.

Baca juga: Genjot Deteksi TBC, Rongent Portabel Disebar ke Berbagai Wilayah

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pekerjaan di Bidang Energi Terbarukan Global Catat Rekor pada 2023

Pekerjaan di Bidang Energi Terbarukan Global Catat Rekor pada 2023

Pemerintah
Krisis Satwa Liar Bisa Mengancam Target Pembangunan Berkelanjutan

Krisis Satwa Liar Bisa Mengancam Target Pembangunan Berkelanjutan

LSM/Figur
Hadapi Krisis Planet, Paradigma Hukum Lingkungan Perlu Diubah

Hadapi Krisis Planet, Paradigma Hukum Lingkungan Perlu Diubah

LSM/Figur
Gletser Terluas di Dunia Mencair Cepat, Permukaan Laut Bisa Naik 3 Meter

Gletser Terluas di Dunia Mencair Cepat, Permukaan Laut Bisa Naik 3 Meter

LSM/Figur
Tak Ada Tujuan SDGs yang Tercapai Tanpa Libatkan Perempuan

Tak Ada Tujuan SDGs yang Tercapai Tanpa Libatkan Perempuan

Pemerintah
Kompas.com Ajak Korporasi Peduli Bumi Lewat Program 'Wali Asuh Mangrove'

Kompas.com Ajak Korporasi Peduli Bumi Lewat Program "Wali Asuh Mangrove"

Swasta
Pemerintah Bakal Terapkan BBM Rendah Sulfur Bertahap, Mulai dari Solar

Pemerintah Bakal Terapkan BBM Rendah Sulfur Bertahap, Mulai dari Solar

Pemerintah
Pembatalan Cukai Rokok Dinilai Halangi Eradikasi TBC

Pembatalan Cukai Rokok Dinilai Halangi Eradikasi TBC

LSM/Figur
Pemanfaatan Panas Bumi Masih Rendah, Pakar Saran Tingkatkan Kualitas Data

Pemanfaatan Panas Bumi Masih Rendah, Pakar Saran Tingkatkan Kualitas Data

LSM/Figur
Antarktika Semakin 'Menghijau' karena Perubahan Iklim

Antarktika Semakin "Menghijau" karena Perubahan Iklim

LSM/Figur
Dukung Transisi Energi Bersih Berkelanjutan, Kalbe Morinaga Resmikan PLTS Atap di Karawang

Dukung Transisi Energi Bersih Berkelanjutan, Kalbe Morinaga Resmikan PLTS Atap di Karawang

Swasta
Keputusan Menteri Energi ASEAN Dorong CCS Dinilai Setengah Hati Wujudkan Transisi

Keputusan Menteri Energi ASEAN Dorong CCS Dinilai Setengah Hati Wujudkan Transisi

LSM/Figur
Dunia Makin Lirik Hidrogen Rendah Emisi, Investasi Berlipat Ganda

Dunia Makin Lirik Hidrogen Rendah Emisi, Investasi Berlipat Ganda

LSM/Figur
Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga

Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga

Swasta
Dilobi Sejumlah Pihak Termasuk RI, Uni Eropa Tunda Implementasi UU Anti-Deforestasi

Dilobi Sejumlah Pihak Termasuk RI, Uni Eropa Tunda Implementasi UU Anti-Deforestasi

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau