KOMPAS.com - Krisis air yang melanda dunia bakal mengancam ketahanan pangan global.
Pasalnya, lebih dari separuh produksi pangan dunia akan terancam gagal panen dalam 25 tahun ke depan karena krisis air yang semakin parah .
Temuan tersebut mengemuka dalam laporan dari terbaru Global Commission on the Economics of Water yang dirilis Rabu (17/10/2024).
Baca juga: Teknologi Baru Ini Diklaim Bisa Ubah Air Limbah Jadi Avtur Berkelanjutan
Saat ini, setengah dari populasi dunia sudah menghadapi kelangkaan air. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat seiring memburuknya krisis iklim.
Di satu sisi, permintaan air bersih akan melampaui pasokan yang ada sebesar 40 persen pada 2030, sebagaimana dilansir The Guardian.
Global Commission on the Economics of Water menyebutkan, pemerintah dan para ahli masih sangat meremehkan jumlah air yang dibutuhkan orang untuk menjalani kehidupan yang layak.
Untuk kebersihan dan kesehatan, setiap orang membutuhkan sekitar 4.000 liter per hari untuk mendapatkan gizi yang cukup dan kehidupan yang bermartabat.
Baca juga: Proyek Pompa Hidram MMSGI di Kolam Pascatambang Jadi Sumber Air Bersih untuk Warga
Sekitar setengah dari curah hujan dunia di daratan berasal dari vegetasi yang sehat di dalam ekosistem.
Sistem tersebut mengalirkan air kembali ke atmosfer dan menghasilkan awan yang kemudian bergerak mengikuti arah angin.
China dan Rusia disebut menjadi penerima manfaat utama dari sistem yang disebut "sungai atmosfer" tersebut.
"Ekonomi China bergantung pada pengelolaan hutan berkelanjutan di Ukraina, Kazakhstan, dan wilayah Baltik," kata Profesor Johan Rockstrom dari Potsdam Institute for Climate Impact Research sekaligus salah satu ketua bersama Global Commission on the Economics of Water.
Baca juga: PBB Peringatkan Siklus Air Dunia Makin Tak Menentu
Sementara itu, India dan Brasil adalah "eksportir" utama, karena daratan mereka mendukung aliran air hijau ke wilayah lain.
"Anda dapat mengajukan kasus yang sama untuk Brasil yang memasok air tawar ke Argentina. Keterkaitan ini hanya menunjukkan bahwa kita harus menempatkan air tawar dalam ekonomi global sebagai barang publik global," tutur Rockstrom.
Presiden Singapura Tharman Shanmugaratnam sekaligus salah satu ketua Global Commission on the Economics of Water menyampaikan, negara-negara harus mulai bekerja sama dalam pengelolaan sumber daya air sebelum terlambat.
"Kita harus berpikir secara radikal tentang bagaimana kita akan melestarikan sumber daya air bersih, bagaimana kita akan menggunakannya dengan lebih efisien, dan bagaimana kita akan dapat menyediakan akses air bersih bagi setiap orang," ucap Shanmugaratnam.
Baca juga: Metode Ini Diklaim Bisa Atasi Dampak Bahan Kimia Pada Persediaan Air Global
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya