KOMPAS.com - Masa depan planet Bumi adalah milik para pemuda. Akan tetapi, masa depan mereka terancam karena krisis iklim dan kerusakan lingkungan yang semakin parah.
Namun, para generasi muda ini tidak diam begitu saja melihat berbagai kerusakan yang ada. Mereka berseru, menolak, dan melawan kerusakan Bumi dengan apa pun yang mereka bisa.
Kegigihan para generasi muda memperjuangkan masa depan yang lebih bagi bagi seluruh umat manusia harus diapresiasi dan didukung.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut contoh enam aktivis lingkungan dunia yang tak gentar dan terus menyuarakan pelestarian Bumi, demi masa depan yang lebih baik.
Siapa tak kenal Greta Thunberg. Ketika membicarakan tentang krisis iklim, nama pemudi asal Swedia ini tidak akan pernah terlepaskan.
Greta menjadi tokoh di balik gerakan global Fridays for Future oleh para remaja dan pemuda yang menuntut keadilan iklim.
Gerakan ini dimulai pada 2018 dari aksinya membolos sekolah dan melakukan unjuk rasa di luar gedung Parlemen Swedia setiap Jumat.
Kala itu, dia menyerukan upaya yang lebih kuat untuk menangani perubahan iklim. Setiap Jumat, dia tak pernah absen melakukan aksinya. Hingga akhirnya, gerakannya tersebut membesar dan terus membesar.
Pada tahun 2019, dia berlayar menyeberangi Atlantik untuk menghadiri konferensi iklim Climate Action Summit di New York City, Amerika Serikat (AS).
Pada tahun 2019 pula, dia dinobatkan sebagai Tokoh Tahun Ini versi Majalah Time.
Sampai sekarang Greta tak pernah berhenti menyuarakan penanganan krisis iklim dan memengaruhi banyak aksi di dunia.
Baca juga: AMJI 2024: Puluhan Ribu Anak Muda Indonesia Bersatu Lawan Krisis Iklim
Lihat postingan ini di Instagram
Fatou Jeng adalah aktivis iklim asal Gambia. Dia berfokus pada pendidikan, konservasi, dan penanaman pohon.
Fatou mendirikan Clean Earth Gambia, sebuah lembaga yang berfokus pada gender, perubahan iklim, konservasi, dan kesadaran lingkungan.
Selain itu, ia adalah pimpinan Operasi Kebijakan untuk Perempuan dan Gender di United Nations Framework Convention on Climate Change Youth Constituency (YOUNGO).
Fatou telah memimpin pengajuan kebijakan tentang gender dan perubahan iklim sejak COP23.
Saat ini, Fatou sedang menempuh pendidikan Magister Lingkungan, Pembangunan, dan Kebijakan di Universitas Surrey.
Baca juga: Anak Muda Perlu Dilibatkan dalam Diskusi Isu Keberlanjutan
Lihat postingan ini di Instagram
John Paul Jose adalah aktivis lingkungan dan iklim yang berasal dari keluarga petani dari Kerala, India.
Sejak kecil, John telah mengalami sendiri dampak krisis iklim dan kerusakan ekologi di kampung halamannya.
Kecintaan John terhadap alam dan pengalaman sejak kecil membawanya pada aktivisme dan konservasi.
John menggelar banyak aksi dan berkolaborasi dengan berbagai non-government organization (NGO) dan bahkan PBB.
Dengan pengalaman langsung tentang dampak perubahan iklim, John berkomitmen untuk menyoroti bagaimana pemanasan global memengaruhi hutan dan ekosistem India.
Baca juga: Survei: Mayoritas Pekerja Muda Ingin Tempat Kerja Peduli pada Keberlanjutan
Lihat postingan ini di Instagram
Lesein Mutunkei adalah aktivis lingkungan dari Kenya. Dia mengganbungkan dua hasrat terbesarnya: sepak bola dan lingkungan.
Sejak 2018, setiap kali ia mencetak gol dengan tim sepak bolanya, Lesein telah berjanji untuk menanam 11 pohon.
Masing-masing pohon tersebut mencerminkan setiap anggota timnya.
Sekarang, dia mengajak sekolah dan klub lain untuk mengadopsi inisiatif Trees 4 Club miliknya.
Baca juga: Pesan Jaga Lingkungan untuk Para Anak Muda
Lihat postingan ini di Instagram
Tori Tsui adalah aktivis iklim, pembicara, dan penulis dari Hong Kong dan Selandia Baru.
Dia adalah salah satu pendiri Bad Activist Collective dan anggota koalisi iklim Unite For Climate Action.
Sebelumnya, dia berlayar melintasi Atlantik bersama lembaga pemikir Sail to the COP. Dia disponsori oleh Stella McCartney setelah dinobatkan sebagai agen perubahan.
Aktivismenya berpusat pada keadilan iklim, memastikan bahwa kebijakan, tindakan, dan pengorganisasian iklim bersifat interseksional, inklusif, dan transformatif.
Selain pengorganisasian, dia menjadi anggota dewan penasihat kelompok Earth Percent, Climate Resilience Project, dan ahli strategi di Hero Circle.
Baca juga: Scholas Occurrentes: Anak Muda Jadi Harapan Selamatkan Dunia
Dari Indonesia, ada nama Aeshnina Azzahra Aqilani yang juga perlu untuk mendapatkan perhatian.
Pemudi asal Gresik, Jawa Timur, ini sempat mengirim surat kepada Perdana Menteri (PM) Australia dan Kanselir Jerman. Isinya, ia melayangkan protes kepada dua negara tersebut yang dinilai turut menyumbang sampah plastik ke Indonesia.
Nina, sapaan akrabnya, juga pernah berpidato dan menjadi salah satu narasumber di acara Plastic Health Summit 2021 di Amsterdam, Belanda, pada 12 Oktober 2021.
Pada April 2024, Nina bersama dengan 10 aktivis pegiat lingkungan dari India, Amerika Serikat, Norwegia, Indonesia dan Kanada, melakukan protes kepada produsen global yang dinilai telah menyumbang pencemaran sampah plastik di dunia.
Aksi protes dilakukan di depan Shaw Centre, tempat berlangsungnya INC-4 di Ottawa, Kanada.
Baca juga: IISF 2024, Menko Luhut Harap Anak Muda Semakin Sadar Krisis Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya