PLN juga menyusun kembali RUPTL terhijau itu dengan transformasi agresif yang disebut Accelerated Renewable Energy Development (ARED).
Baca juga: PLN Gandeng Sembcorp Garap Proyek Hidrogen Hijau Terbesar di Asia Tenggara
Program ARED berfokus kepada pengurangan bertahap penggunaan batubara pada PLTU atau yang dikenal dengan coal phase down. Langkah ini memfasilitasi penambahan kapasitas pembangkit yakni 75 persen pembangkit akan berbasis EBT dan 25 persen berbasis gas hingga tahun 2040.
“Hal ini menandai komitmen besar dalam transisi energi di sektor ketenagalistrikan Indonesia, di mana penambahan kapasitas pembangkit 75 persen berbasis pada energi baru terbarukan (EBT) dan 25 persen berbasis pada gas,” jelas Wiluyo dalam keterangannya.
PLN juga ke depannya telah menghilangkan daftar pembangunan PLTU dalam rencana investasi. Hingga tahun 2040, PLN PLN menargetkan penambahan kapasitas pembangkit berbasis EBT sebesar 66.000 MW hingga tahun 2040.
Pengembangan energi terbarukan di PLN meliputi tenaga surya, angin, panas bumi, dan biomassa akan dipercepat dan diharapkan mampu menggantikan peran energi fosil dalam jangka panjang.
Program co-firing PLN EPI kini telah diterapkan di 46 PLTU, dengan memanfaatkan biomassa sebagai bahan substitusi batu bara. Inisiatif ini akan diperluas menjadi 52 PLTU pada tahun 2025.
Baca juga: Manfaatkan Biomassa, PLN EPI Turunkan Emisi Karbon 2,9 Juta Ton CO2 hingga Agustus 2024
Lewat biomassa dalam teknologi co-firing di PLTU, PLN berhasil mereduksi emisi hingga 1,05 Juta ton CO2e dan memproduksi energi bersih sebesar 1,04 terawatt hour (TWh) sepanjang 2023.
Capaian sepanjang tahun 2023 meningkat jika dibandingkan realisasi tahun 2022. Dalam produksi reduksi emisi misalnya, PLN mampu menambah pengurangan emisi hingga 450.000 ton CO2. Produksi energi bersih pun tumbuh hingga lebih dari 77 persen dari realisasi tahun 2022 sebesar 575 gigawatt hour (GWh).
Sepanjang tahun 2023, PLN berhasil mereduksi emisi karbon hingga 52,3 juta ton secara keseluruhan. Jumlah penurunan emisi karbon yang besar tersebut merupakan buah dari upaya lima di antaranya menggunakan teknologi co-firing hingga efisiensi jaringan transmisi PLTU.
PLN juga akan memulai perdagangan karbon di 55 PLTU melalui mekanisme carbon trading. Selain itu, PLN telah mengeluarkan inovasi produk hijau melalui layanan Renewable Energy Certificate (REC).
REC PLN merupakan produk kerja sama PLN dan Clean Energy Investment Accelerator (CEIA), merupakan bukti kepemilikan sertifikat berstandar internasional untuk produksi tenaga listrik yang dihasilkan dari pembangkit energi terbarukan.
Hingga semester 1 2024, layanan listrik hijau telah dinikmati oleh 5.407 pelanggan dengan total kapasitas mencapai 2,35 terawatt hours (TWh). Angka ini meningkat 65 persen dibanding periode yang sama di tahun 2023 yang sebanyak 1.829 pelanggan dengan kapasitas sebesar 1,42 TWh.
Baca juga: Di Lestari Summit, PLN EPI Beberkan Program Co-Firing Biomassa untuk Energi Berkelanjutan
Selain itu, PLN juga mengadopsi REC untuk penggunaan listrik pada Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) milik PLN periode 2022 hingga 2023. Artinya, SPKLU milik PLN kini menggunakan 100 persen listrik dari energi baru terbarukan (EBT). Pengguna kendaraan listrik yang mengisi daya di SPKLU milik PLN menikmati transportasi tanpa emisi secara nyata.
PT PLN juga mengakselerasi pengembangan hidrogen sebagai solusi keberlanjutan. Hidrogen merupakan salah satu sumber energi alternatif dalam mendukung transisi energi di Indonesia.
Darmawan menambahkan, dalam mengembangkan teknologi baru seperti hidrogen, PLN terus menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak, di antaranya melalui penandatanganan nota kesepahaman atau Momerandum of Understanding (MoU) dengan Hidrogene De France (HDF) Energy untuk menjajaki pengembangan ekosistem hidrogen dalam rangka penyusunan roadmap strategi PLN di Indonesia pada Forum IISF 2024.
Langkah nyata penggunaan hidrogen sebagai energi bersih diwujudkan PLN melalui subholding PLN Nusantara Power (PLN NP) dengan meresmikan Green Hydrogen Plant (GHP) pertama di Indonesia yang berlokasi di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Karang, Pluit, Jakarta. GHP ini 100 persen bersumber dari EBT dan mampu memproduksi 51 ton hidrogen per tahun.
Baca juga: PLN Gandeng Sembcorp Garap Proyek Hidrogen Hijau Terbesar di Asia Tenggara
Green hydrogen (hidrogen hijau) merupakan sumber energi bersih yang hanya mengeluarkan uap air dan tidak meninggalkan residu di udara atau menambah emisi karbon gas rumah kaca.
PLN EPI pun melakukan kerjasama dengan menandatangani Perjanjian Pengembangan Bersama (Joint Development Agreement/JDA) dengan Sembcorp Industries (Sembcorp) untuk pengembangan fasilitas produksi hidrogen hijau di Sumatra, Indonesia.
Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, Priyanto Rohmatullah menilai inisiatif PLN bersama berbagai pihak dalam mendukung pemerintah untuk menuju status NZE pada tahun 2060 sangat positif.
Priyanto berharap PLN bisa meningkatkan skala penggunaan energi terbarukan untuk menghasilkan listrik hijau yang bisa meningkatkan ekonomi sirkular atau ekonomi kerakyatan.
“Yang perlu juga ditingkatkan adalah awareness pemerintah daerah terkait ekonomi sirkular,” ujar Priyanto saat ditemui Kompas.com di Jakarta pada Selasa (29/10/2024).
Ia menyoroti pentingnya pemerintah daerah untuk menyadari setiap langkah untuk mendukung inisiasi energi bersih. Priyanto menambahkan, potensi penggunaan RDF seperti yang digunakan oleh PLN di berbagai daerah bisa digunakan untuk pengganti batu bara sebagai bahan baku co-firing.
“Melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), Indonesia menargetkan penambahan sekitar 51 persen pembangkit listrik akan berasal dari energi terbarukan pada tahun 2030. Ini adalah langkah yang sangat progresif menuju masa depan yang lebih hijau,” kata Abra dalam keterangan tertulisnya.
Baca juga: Sampah di Daerah Bisa Diolah Jadi Biomassa untuk Cofiring PLTU
Pada akhirnya, mimpi Indonesia untuk mencapai NZE pada tahun 2060 perlu terus dikejar dan diwujudkan dengan semangat kolaborasi. Langkah PLN sebagai salah satu BUMN milik negara bisa menjadi rujukan berbagai pihak dalam upaya kolaborasi untuk mewujudkan bumi yang lestari dan khususnya dalam menjadikan Indonesia yang lebih sehat.
Nol emisi bagi saya, kini bukan sekedar mimpi ibu pertiwi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya