JAKARTA, KOMPAS.com – Bukit-bukit karst terlihat menjulang gagah di Gunungkidul, Yogyakarta. Mobil yang saya tumpangi bersama rombongan PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) membelah jalan berkelok selebar tak kurang dari lima meter.
Meski matahari sudah mulai rebah, suasana gersang nan panas begitu terasa di luar.
“Beberapa bulan ini belum hujan di sini,” kata sopir mobil yang saya tumpangi.
Laju mobil mulai masuk ke jalan yang lebih sekitar dua meter. Jika ada kendaraan yang berpapasan, mungkin akan sulit melintas bersamaan.
Kontur jalan mulai meliuk-liuk terjal dan beberapa kali melewati perkampungan warga. Hanya ada beberapa warga yang melintas untuk mencari pakan ternak dan berladang.
Baca juga:
Saya berkesempatan untuk melihat lokasi Pengembangan Ekonomi Hijau milik PLN EPI pada akhir Juli 2024 lalu di Kalurahan Gombang, Ponjong, Gunungkidul.
Di lokasi itu, PLN melalui sub holding PLN EPI mengembangkan pembangunan berkelanjutan berbasis keterlibatan masyarakat. Ada sejumput harapan tentang energi bersih di daerah karst yang terkenal dengan kekeringan itu.
Di lahan kritis, ada ribuan tanaman indigofera yang digunakan untuk pakan ternak, bahan baku pupuk organik, dan pendukung energi bersih. Pengembangan ekonomi hijau tersebut muncul kolaborasi bersama warga dan pemerintah.
Berbicara soal energi bersih, dunia memang sangat membutuhkannya. Nasib dunia memprihatinkan akibat pemanasan global yang semakin memburuk dan berujung kepada perubahan iklim. Suhu bumi semakin panas dan potensi kekeringan makin menganga.
Soal keluh kesah gara-gara kepanasan lazim ditemukan di Indonesia. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan, suhu maksimum harian di wilayah Indonesia sepanjang Oktober 2024 ini mencapai 37-38 derajat celsius.
Baca juga:
Tentu, isu pemanasan global bukan hal yang main-main jika masih ingin tetap tinggal dengan nyaman di bumi.
Sepanjang perjalanan, saya penasaran dengan langkah yang ditempuh PLN untuk mewujudkan mimpi Indonesia menuju energi bersih pada tahun 2060. Sebelumnya, saya sempat mengunjungi fasilitas pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMK) peternakan kambing perah jenis etawa di Kalurahan Karang Asem, Ponjong.
Saya mencoba mengulik apa upaya yang sudah dilakukan PLN dalam mewujudkan mimpi Indonesia untuk Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060.
Sekretaris Perusahaan PLN EPI, Mamit Setiawan yang turut serta dalam perjalanan ke lokasi mengatakan, pengembangan ekonomi hijau di Kalurahan Gombang merupakan kolaborasi antara PLN, PLN EPI, dan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kolaborasi tersebut adalah wujud nyata dari pengembangan ekosistem hijau berbasis gotong royong warga.
“Kami bekerja sama Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kesultanan Yogyakarta untuk menggunakan lahan Sultan Ground untuk melakukan penanaman tanaman multifungsi," ujar Mamit dalam acara Media Gathering di Gunungkidul, Yogyakarta pada Kamis (25/7/2024).
Mamit mengajak saya dan rekan-rekan media lainnya berkeliling lokasi tanaman indogofera. Ia menelusup ke sela-sela tanaman indigofera yang tingginya melebih tinggi tubuhnya. Dengan penuh semangat, Mamit menjelaskan keunggulan indigofera sebagai pakan ternak dan sumber bahan baku co-firing.
Di Kalurahan Gombang, ada sekitar 25.000 bibit tanaman indigofera yang diberikan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 15.000 bibit ditanam di Tanah Kas Desa dan Sultan Ground seluas 300.000 meter persegi atau 30 hektar dengan kerapatan tanaman satu meter antarpohon.
Kemudian, sebanyak 10.000 bibit ditanam di ladang atau pekarangan warga dan setiap warga atau Kepala Keluarga mendapatkan 9-12 bibit pohon.
Di lokasi pengembangan energi hijau, tanaman multifungsi yaitu indigofera tumbuh subur di tengah perbukitan karst. Tingginya kini sudah mencapai 4-5 meter yang nantinya bisa dipanen untuk kebutuhan warga. Mamit bilang, daun indigofera bisa digunakan untuk pakan ternak dan sumber pasokan biomassa.
“Kalau batangnya sudah besar, maka ini yang akan digunakan sebagai produk biomassa,” ujar Mamit.
Baca juga:
Indigofera memang cocok ditanami di lahan yang kering seperti karateristik wilayah Gunungkidul. Dikutip dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, indigofera mudah ditanam dan dirawat, tahan hidup di tanah ekstrim tolerasi terhadap kondisi lingkungan seperti usim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas sehingga menjadi sumber pakan sepanjang tahun.
Daun indigofera juga dapat digunakan sebagai bahan baku hijau produk organik dan sumber utama protein diolah menjadi pakan ternak.
Masa transisi energi sudah berlangsung sejak adanya Kesepakatan Paris (Paris Agreement) tentang perubahan iklim untuk menjaga agar pemanasan global tidak naik lebih dari 2 atau bahkan 1,5 derajat Celcius.
Negara di dunia termasuk Indonesia harus menekan emisi karbon yang dapat menyebabkan perubahan iklim hingga nol emisi.
Salah satu langkah nyata PLN dalam transisi energi yang telah dilakukan yaitu adalah pengembangan energi biomassa sebagai pasokan alternatif selain batu bara.
Mamit mengatakan, PLN melalui PLN EPI mewujudkan komitmennya mengurangi emisi karbon melalui program co-firing biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Baca juga: Energi Terbarukan Bakal Pasok Separuh Pembangkit Listrik Dunia
Program co-firing PLN EPI melibatkan penggunaan biomassa dari berbagai sumber, termasuk tanaman-tanaman energi seperti indigofera, gamal, kaliandra merah, indigofera dan gmelina. Selain itu, ada juga sumber dari limbah pertanian dan perkebunan seperti sekam padi, bonggol jagung, serbuk gergaji, serta cangkang sawit dan bukan berasal dari deforestasi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya