Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 7 November 2024, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) dikhawatirkan oleh sejumlah ilmuwan iklim.

Mereka khawatir, kembalinya Trump ke tampuk pemerintahan AS bakal menjadi "pukulan telak" bagi aksi-aksi iklim.

Sebelumnya, Trump menyampaikan agenda iklim Pemerintahan Presiden AS Joe Biden sebagai penipuan hijau yang baru alias green new scam.

Baca juga: Pengurangan Produksi Daging Sapi di Negara Kaya Bantu Lawan Perubahan Iklim

Bila terpilih, Trump berjanji untuk menghentikan banyak kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintahan Biden.

Trump telah lama menganggap perubahan iklim sebagai hoaks. Dia juga mengabaikan ancaman iklim seperti naiknya permukaan air laut.

Dalam pidatonya beberapa waktu lalu, Trump dengan blak-blakan mendorong ekspansi minyak dan gas (migas).

"We will drill, baby, drill (kita akan mengebor migas)," kata Trump dalam Fiserv Forum di Milwaukee, Wisconsin, 20 Juli 2024.

Para ahli khawatir bahwa janji Trump tersebut akan meningkatkan emisi di tengah upaya global untuk mengurangi perubahan iklim.

Baca juga: Pembiayaan Campuran Iklim meningkat Dua Kali Lipat pada 2023

"Hasil dari pilpres ini akan dilihat sebagai pukulan telak bagi aksi iklim global," kata mantan kepala iklim PBB dan arsitek Perjanjian Paris Christiana Figueres dalam sebuah unggahan di media sosial, Rabu (6/11/2024).

Akan tetapi, Figueres menegaskan terpilihnya Trump tidak akan menghentikan perubahan yang sedang berlangsung yakni dekarbonisasi ekonomi dan memenuhi tujuan Perjanjian Paris.

Dia menambahkan, terus menerus menggunakan migas sama saja tertinggal di dunia yang bergerak cepat ke energi terbarukan.

Figueres menuturkan, bahwa teknologi energi bersih akan terus mengalahkan bahan bakar fosil.

"Bukan hanya karena lebih sehat, lebih cepat, lebih bersih, dan lebih melimpah, tetapi karena teknologi ini melemahkan bahan bakar fosil di titik terlemahnya: volatilitas dan inefisiensinya yang tidak dapat diatasi," tutur Figueres, sebagaimana dilansir Euronews.

Baca juga: IPSASB Rilis Usulan Standar Pelaporan Iklim untuk Sektor Publik

Efek domino

Sebelumnya, analisis yang dilakukan Carbon Brief dari awal tahun ini memprediksi, kemenangan Trump dapat menghasilkan tambahan 4 miliar ton emisi AS pada 2030 dibandingkan dengan rencana Biden.

Angka tersebur setara dengan gabungan emisi tahunan Uni Eropa dan Jepang atau 140 negara dengan emisi paling rendah di dunia.

Analisis tersebut juga menunjukkan, tambahan emisi tersebut setara dengan emisi yang sudah dipangkas oleh penggunaan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan teknologi bersih lainnya di seluruh dunia selama lima tahun terakhir.

Di satu sisi, AS merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam hal pendanaan iklim global, meski juga menjadi negara penghasil emisi terbesar kedua di dunia.

Pendanaan tersebut mengalami pemotongan besar-besaran selama masa jabatan Trump sebelumnya.

Dan keluarnya AS dari Perjanjian Paris dapat berdampak besar pada keseluruhan proses pembicaraan iklim PBB.

Dengan keluarnya AS dari Perjanjian Paris, tekanan bagi negara lain untuk meningkatkan ambisi mereka menjadi jauh lebih kecil. Efek domino akan terjadi.

Baca juga: Citra Satelit Bisa Bantu Lindungi Hutan Pesisir dari Perubahan Iklim

Kewajiban moral

 Ilustrasi emisi karbon. Dok. SHUTTERSTOCK Ilustrasi emisi karbon.

CEO European Climate Foundation sekaligus arsitek utama Perjanjian Paris Laurence Tubiana mengatakan, tidak diragukan lagi bahwa kemenangan Trump merupakan "pukulan" dalam perang melawan krisis iklim.

Perubahan haluan dalam dukungan terhadap teknologi bersih dan investasi hijau di era kepemimpinan Trump mendatang dapat membahayakan keuntungan iklim.

Akan tetapi, Tubiana menegaskan Perjanjian Paris lebih kuat daripada kebijakan negara mana pun.

"Saya pikir dan berharap tidak ada negara lain yang akan mengikuti jika AS menarik diri dari Perjanjian Paris. Mereka tahu transisi ini demi kepentingan mereka sendiri, demi keamanan dan ekonomi mereka," tutur Tubina.

Tubiana mengatakan, sekaranglah saatnya bagi Eropa untuk melangkah maju karena kewajiban moralnya sekaligus juga untuk kepentingan strategis.

"Ini adalah momen bagi Eropa untuk memperkuat kepemimpinannya di panggung global, dalam kemitraan yang erat dengan pihak lain. Beberapa tahun ke depan sangat penting, dan Eropa harus terus maju demi warga negaranya dan planet ini. COP29 masih penting dan saya yakin hasil yang positif dapat dicapai," katanya.

Baca juga: Kota-kota Besar Dunia Terancam Bencana Iklim, Jakarta dan Surabaya Termasuk

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau