Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim Timbulkan Berbagai Risiko Bagi Bank

Kompas.com, 13 November 2024, 11:37 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perubahan iklim bisa menimbulkan berbagai risiko bagi bank di beberapa tingkatan, mulai dari keuangan hingga citra mereka. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?

Industri perbankan masih terus membiayai proyek bahan bakar fosil. Dalam laporan Oktober 2022, Finance Watch menghitung 60 bank terbesar di dunia memiliki sekitar 1,35 triliun dollar AS aset bahan bakar fosil dalam pembukuan mereka.

Menurut kepala ekonom LSM tersebut, Thierry Philipponnat, tidak ada perubahan besar sejak itu. Masalahnya adalah tidak ada skenario di mana dalam 50 tahun bahan bakar fosil akan memiliki nilai.

Seperti yang kita tahu dunia tengah gencar melakukan transisi menuju energi bersih. Negara-negara dunia saja telah sepakat untuk beralih dari bahan bakar fosil dalam pertemuan puncak iklim COP28 di Dubai tahun lalu.

Baca juga:

"Seluruh aset akan memburuk dalam semalam. Industri bahan bakar fosil merupakan bom waktu finansial bagi bank-bank," ungkap Profesor ekonomi Laurence Scialom dari Universitas Paris-Nanterre, Prancis memperingatkan.

Mengutip Business Times, Selasa (12/11/2024) bank-bank yang memegang saham dan obligasi perusahaan bahan bakar fosil dalam portfolio mereka akan melihat nilai perusahaan-perusahaan tersebut berkurang.

Sementara perusahaan-perusahaan bahan bakar fosil dapat menjadi risiko kredit karena profitabilitas sektor tersebut tertekan.

Konsultan AS Bain & Company tahun lalu juga memperingatkan bahwa kebakaran hutan, kekeringan, dan risiko iklim lainnya mengancam antara 10 dan 15 persen dari nilai portofolio real estat yang dimiliki oleh 50 bank teratas dunia.

Risiko Reputasi

Beberapa LSM dan aktivis lingkungan seperti yang kita ketahui sering melakukan protes terhadap perusahaan bahan bakar fosil.

Salah satu kemenangan dalam melawan perusahaan bahan bakar fosil adalah kemenangan LSM Friends of the Earth Belanda melawan Shell pada 2021.

Baca juga:

Hakim di Pengadilan Distrik Den Haag memutuskan tiga tahun lalu bahwa Shell harus mengurangi emisi karbonnya sebesar 45 persen pada tahun 2030

Namun kini, para aktivis mulai bergerak untuk memprotes bank-bank karena mendanai perusahaan-perusahaan yang berpolusi.

Hal tersebut dapat memengaruhi reputasi bank karena industri tersebut sangat bergantung pada kepercayaan klien.

Apalagi beberapa negara pun telah menawarkan cara bagi aktivis lingkungan untuk melakukan protes menantang perusahaan.

Salah satunya adalah hukum di negara Prancis.

Ini berimbas pada perusahaan-perusahaan besar Prancis yang diharuskan untuk mengambil langkah-langkah efektif di seluruh rantai pasokan mereka untuk menghormati hak asasi manusia dan meminimalkan kerusakan lingkungan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
LSM/Figur
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
LSM/Figur
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
LSM/Figur
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
LSM/Figur
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Pemerintah
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
LSM/Figur
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Swasta
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau