Laporan tersebut menunjukkan bahwa setengah dari perusahaan G250 sekarang menggunakan penilaian materialitas ganda, meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
Tren ini dilihat sebagai persiapan untuk CSRD, yang mengamanatkan penggunaan materialitas ganda untuk semua perusahaan yang tunduk pada arahan tersebut.
Kendati demikian, survei juga menemukan bahwa standar pelaporan ESG sukarela tetap digunakan secara luas.
Baca juga:
Inisiatif Pelaporan Global (GRI) tetap menjadi yang paling populer, dengan tiga perempat perusahaan G250 menggunakan standar GRI.
Standar lain, seperti yang ditetapkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keberlanjutan (SASB) dan pedoman bursa saham, juga telah mengalami peningkatan adopsi.
Standar-standar ini, meskipun bersifat sukarela, memberi perusahaan fleksibilitas dalam memilih kerangka kerja yang paling tepat untuk kebutuhan dan konteks regional mereka.
Survei tersebut juga mengungkap pertumbuhan berkelanjutan dalam penerapan rekomendasi Gugus Tugas Pengungkapan Keuangan Terkait Iklim (TCFD), yang bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan terkait iklim antara investor dan perusahaan tempat mereka berinvestasi.
Hampir tiga perempat perusahaan G250 kini mengungkapkan risiko terkait iklim sesuai dengan pedoman TCFD, karena meningkatnya tekanan dari investor, regulator, dan konsumen untuk mengatasi risiko iklim.
Lebih lanjut, meski ada kemajuan dalam penerapan pelaporan keberlanjutan, survei KPMG mengungkap bahwa banyak perusahaan terus berjuang dengan kualitas pelaporan yang sering kali berfokus pada pencapaian positif sambil tidak melaporkan dampak negatif.
Tantangan ini khususnya terlihat jelas dalam cara perusahaan mengungkapkan dampak lingkungan dan sosial mereka.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya