KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menekankan, pengarusutamaan gender menjadi strategi menempatkan perempuan agar memiliki peran kunci dalam menghadapi isu perubahan iklim.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA Ratna Susianawati menyampaikan, perempuan menjadi kunci dalam penanganan perubahan iklim.
Hal tersebut disampaikan Ratna dalam acara bertajuk "Perempuan di Garis Depan Krisis Iklim: Urgensi Kebijakan Berbasis Gender" di Jakarta, Jumat (28/11/2024).
Baca juga: Pencarian Gambar di Internet Dipengaruhi oleh Pandangan tentang Perubahan Iklim
"Pengarusutamaan gender adalah strategi untuk mengurangi kesenjangan gender dalam berbagai hal," kata Ratna, sebagaimana dilansir Antara.
Menurut Ratna, perempuan harus memiliki banyak peran dalam perubahan iklim yang saat ini menjadi isu prioritas pada banyak negara.
Hal ini penting mengingat dampak perubahan iklim yang sangat berpengaruh pada kehidupan perempuan dan anak yang memiliki kerentanan khusus.
"Partisipasi bermakna menjadi sangat penting, di mana elaborasi peran-peran perempuan, didengar suaranya, bisa berpartisipasi langsung," ucap Ratna.
Dia menyebutkan, kesetaraan gender akan memberikan akses dan partisipasi setara untuk semua.
Baca juga: Perubahan Iklim Berakibat Kasus DBD Global Naik 19 Persen Tahun Ini
"Kalau kita bicara kesetaraan gender, sejauh mana aksesibilitas bagi laki-laki, perempuan, lansia, anak, dan disabilitas. Kalau sudah diberikan aksesibilitas, seberapa besar partisipasinya? Kalau sudah diberikan dua hal itu, seberapa besar ruang kendalinya, termasuk proses pengambilan keputusan," katanya.
Kementerian PPPA juga berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang menjadi sektor pemimpin dalam kerja-kerja mengatasi krisis iklim.
"Kami lakukan pendampingan-pendampingan untuk memastikan dari mulai perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan juga evaluasi, monitoring dari kegiatan-kegiatan perubahan iklim, memberikan peluang kepada perempuan untuk turut serta dalam membuat kebijakan-kebijakan perubahan iklim," kata Ratna.
Sementara itu, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memandang peran perempuan dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, baik melalui pengetahuan lokal maupun aksi komunitas, sangat penting untuk diakui dan diperkuat.
Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin berujar, perempuan memiliki dualisme yang kuat.
Baca juga: Anak-anak Perlu Perhatian Khusus dalam Kebijakan Melawan Perubahan Iklim
"Rentan, namun juga menunjukkan karakter aktor perubahan yang luar biasa. Mereka tidak hanya korban, tetapi juga penggerak yang mampu membawa solusi inovatif dalam menghadapi krisis," kata Mariana dilansir dari Antara, Senin (25/11/2024).
Menurut dia, dampak perubahan iklim secara universal dirasakan oleh semua, namun dampaknya bagi perempuan dan kelompok rentan sangat berbeda.
Dampak perubahan iklim pada perempuan dan kelompok rentan tidak hanya terasa lebih berat, tetapi juga memperburuk ketimpangan yang sudah ada.
Dia mengatakan, dalam berbagai situasi bencana, perempuan sering kali berada di garis depan sebagai pengasuh, pencari air, dan penyedia kebutuhan rumah tangga.
Akan tetapi, akses mereka terhadap sumber daya, pendidikan, dan pengambilan keputusan tetap sangat terbatas.
Baca juga: Trump Tunjuk Pembantah Perubahan Iklim Jadi Menteri Energi AS
"Kita tidak dapat memungkiri bahwa krisis iklim memperbesar kerentanan ini," kata Mariana .
Lebih lanjut, menurut dia, perempuan menghadapi tantangan yang lebih kompleks mulai dari ancaman kelangsungan hidup, termasuk risiko kekerasan berbasis gender sebagai efek domino dari sulitnya sumber penghidupan, hingga kesulitan mengakses layanan kesehatan reproduksi yang sangat esensial.
Komnas Perempuan sendiri telah merilis hasil pemetaan situasi perempuan dalam konteks krisis iklim.
Pemetaan ini tidak hanya memberikan gambaran nyata tentang tantangan yang dihadapi perempuan, tetapi juga menggali potensi dan solusi yang dapat ditingkatkan melalui kebijakan, program, dan kolaborasi yang lebih inklusif.
"Hasil dari pemetaan ini diharapkan menjadi pijakan penting untuk mengembangkan langkah strategis, baik di tingkat nasional maupun daerah, yang responsif terhadap kebutuhan perempuan dan kelompok rentan dalam menghadapi krisis iklim," jelas Mariana.
Baca juga: Perubahan Iklim Timbulkan Berbagai Risiko Bagi Bank
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya