Transisi tenaga kerja yang diperlukan untuk elektrifikasi juga merupakan tantangan lain yang dihadapi.
Memproduksi kendaraan listrik memerlukan keterampilan yang berbeda dibandingkan dengan kendaraan bermesin pembakaran internal.
Akan tetapi hanya empat perusahaan yang berkomitmen untuk meningkatkan keterampilan karyawannya, dan tidak ada satu pun yang melakukan penilaian menyeluruh untuk mengidentifikasi kesenjangan keterampilan.
WBA memperingatkan bahwa kurangnya persiapan menyebabkan 1,3 juta pekerja berisiko tertinggal dan banyak perusahaan tidak menawarkan jalur yang jelas untuk mempersiapkan tenaga kerja mereka menghadapi masa depan rendah karbon.
Upaya untuk melibatkan pekerja dan masyarakat dalam masa transisi juga masih belum memadai.
Hanya lima pabrikan yang terlibat dalam dialog sosial yang bermakna untuk melibatkan pekerja dalam perencanaan masa depan.
Baca juga: Lego Ganti Bahan Bakar Fosil dengan Plastik Terbarukan untuk Produknya
Laporan WBA ini pun menyoroti kebutuhan mendesak bagi produsen otomotif dan transportasi untuk mempercepat dekarbonisasi melalui peningkatan investasi pada teknologi rendah karbon, pengawasan yang lebih ketat terhadap rantai pasokan, dan pelatihan ulang keterampilan tenaga kerja yang komprehensif.
“Dekarbonisasi saja tidak cukup. Perusahaan-perusahaan ini perlu berbuat lebih banyak untuk memanfaatkan dialog sosial dan melibatkan pekerja serta pemangku kepentingan yang terkena dampak guna mencapai transisi yang adil,” tambah Sins.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya