Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/01/2025, 20:46 WIB
Erlangga Satya Darmawan,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com – Dalam lanskap industri pertambangan yang terus berkembang, keseimbangan antara eksplorasi sumber daya dan keberlanjutan harus berjalan beriringan.

Terlebih, industri pertambangan saat ini tengah dihadapkan pada berbagai tantangan besar, mulai dari tuntutan keberlanjutan lingkungan, isu emisi karbon, hingga kepatuhan terhadap regulasi keselamatan.

Di sinilah, prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dan good mining practices (GMP) menjadi dua pilar penting yang saling melengkapi untuk mewujudkan praktik tambang bertanggung jawab, berkelanjutan, sekaligus berpihak pada semua pemangku kepentingan.

Sejatinya, ESG bukanlah sekadar tren global, melainkan kerangka kerja yang dapat dijadikan acuan bagi perusahaan tambang dalam memprioritaskan lingkungan, dampak sosial, dan tata kelola yang baik dalam setiap lini operasionalnya.

Baca juga: Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga

Sementara itu, GMP adalah landasan teknis untuk membantu perusahaan tambang menerjemahkan prinsip ESG ke dalam praktik operasional untuk menciptakan sinergi antara efisiensi, tanggung jawab sosial, dan keberlanjutan.

Pendekatan tersebut menjadi kunci penting bagi perusahaan tambang dalam menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan kelestarian alam.

Saling melengkapi

Meskipun sering dianggap serupa, ESG dan GMP sebenarnya memiliki peran berbeda, tetapi saling melengkapi.

GMP lebih menitikberatkan pada operasional harian atau instrumen praktis, seperti standar keselamatan kerja dan mitigasi terhadap lingkungan.

Di Indonesia, lima aspek GMP dapat dilihat lewat No 4 Tahun 2009. Pertama, Keselamatan dan Kesejahteraan Kerja Pertambangan (K3) Pertambangan. GMP harus menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk melindungi pekerja.

Baca juga: Terapkan Good Mining Practice, MHU Raih ASEAN Coal Awards 2023

Kedua, Keselamatan Operasi (KO) Pertambangan dengan tujuan untuk memastikan kegiatan pertambangan berjalan dengan aman, efisien, dan produktif.

Ketiga, pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Industri pertambangan yang menerapkan prinsip GMP wajib memperhatikan kelestarian lingkungan lewat pendekatan ramah lingkungan. Seluruh izin terkait lingkungan pun wajib dipenuhi.

Keempat, konservasi sumber daya. Ini melibatkan upaya untuk menggunakan sumber daya secara efisien dan berkelanjutan, seperti pengurangan limbah dan peningkatan pemulihan mineral.

Kelima, pengelolaan sisa tambang sesuai batu muku lingkungan.

Sementara itu, ESG punya cakupan lebih luas mencakup tata kelola perusahaan, transparansi, dan keterlibatan pemangku kepentingan dalam jangka panjang.

Dengan kata lain, ESG merupakan payung besar yang melingkupi GMP. Keduanya perlu disinergikan untuk memastikan aktivitas tambang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga membawa dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat agar dapat menuai manfaat jangka panjang.

Misalnya, pengelolaan lingkungan yang lebih baik dan berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat di area lingkar tambang, mengurangi risiko operasional dan finansial, juga menarik minat investor yang peduli pada praktik berkelanjutan.

Lebih jauh lagi, integrasi ESG dan GMP berperan penting dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) sekaligus memastikan industri tambang tetap relevan dan mampu bertanggung jawab di masa depan.

Dorong pengoptimalan GMP di Tanah Air

Pemerintah telah menyiapkan landasan hukum untuk mendorong perusahaan tambang mengintegrasikan GMP dan ESG agar lebih optimal.

Salah satunya, melalui penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Baca juga: Sebagian Besar Perusahaan di Dunia Siap Hadapi Pelaporan Baru untuk ESG

Dalam beleid tersebut, pemerintah mewajibkan setiap badan usaha pertambangan pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) ataupun Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup di lokasi pertambangan pascaoperasi.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi menjelaskan bahwa sebagai pengelola sumber daya mineral dan batubara, Kementerian ESDM berkomitmen melakukan pengawasan secara ketat terhadap pengelolaan lingkungan hidup pasca operasi dari setiap badan usaha pertambangan.

"Permen ESDM 26/2018 mengamanahkan kepada setiap pemegang IUP dan IUPK untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup pertambangan sesuai dengan Dokumen Lingkungan Hidup," jelas Agus.

Dalam implementasinya, setiap badan usaha pertambangan wajib memberikan jaminan reklamasi tahap operasi produksi dan jaminan pasca tambang sesuai dengan yang ditetapkan Menteri ESDM atau Gubernur sesuai kewenangannya.

Aspek pengelolaan lingkungan hidup pascaoperasi juga mencakup penanggulangan serta pemulihan lingkungan apabila terjadi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup.

Di Indonesia, salah satu perusahaan yang berkomitmen tinggi terhadap hal itu adalah PT Multi Harapan Utama (MHU) yang merupakan bagian dari MMS Group Indonesia (MMSGI).

Baca juga: Jadikan ESG sebagai Standar, MMSGI Bangun Masa Depan Tambang Berkelanjutan

MHU berhasil menerapkan pengelolaan lingkungan hidup dengan baik melalui pengintegrasian GMP dan ESG.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau