Jelang 100 hari, IESR menilai pemerintah Prabowo-Gibran masih belum memiliki strategi penurunan subsidi energi kotor dan mengatasi dampak harga energi jika subsidi dikurangi secara bertahap dan dibuat tepat sasaran.
Sebelumnya, Presiden Prabowo menegaskan kontribusi dan kepemimpinan Indonesia mengatasi perubahan iklim global dan transisi energi terbarukan melalui pidatonya di APEC CEO Summit dan KTT G20 di Brasil.
Baca juga: Bakal Dirilis Tahun Ini, Biodiesel B40 Berpeluang Percepat Transisi Energi
Ia menyampaikan target nol emisi sebelum 2050 dengan strategi menghentikan PLTU batu bara dalam 15 tahun, mencapai 100 persen energi terbarukan dalam 10 tahun, dan mencapai swasembada listrik.
Namun, IESR menilai hingga kini belum ada arahan khusus dari presiden untuk memastikan tercapainya janji tersebut, khususnya mencapai 100 persen energi terbarukan dalam 10 tahun mendatang.
Sejauh ini, fokus pemerintah masih pada target jangka panjang dengan mengungkapkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 yang konon pembangkitan akan didominasi oleh energi terbarukan.
Untuk itu, IESR menilai pemerintah perlu menyiapkan langkah taktis, seperti mempercepat pembangunan 9 GW energi kapasitas terbarukan tahun ini.
Baca juga: Gaung Transisi Energi oleh Media Massa Kurang Bergema di Medsos
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya