Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herman Agustiawan

Anggota Dewan Energi Nasional periode 2009-2014

Disrupsi Energi dan Inovasi Teknologi

Kompas.com, 14 Februari 2025, 21:30 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Trump berargumen bahwa kebijakan hijau merugikan ekonomi AS, dan ia lebih memilih untuk meningkatkan produksi bahan bakar fosil. Ia menegaskan bahwa AS memiliki cadangan migas terbesar di dunia dan berencana untuk memaksimalkan pemanfaatannya.

Trump juga mengkritik proyek EBT seperti tenaga angin dan surya, menganggap keduanya mahal dan tidak efisien. Dalam wawancaranya dengan Fox News (24/01/2025) , ia menyatakan bahwa tenaga angin membunuh burung dan panel surya membutuhkan lahan yang sangat luas.

Pernyataan tersebut mencerminkan sikap Trump yang skeptis terhadap EBT, dan preferensinya terhadap fosil guna mendukung perekonomian AS.

Namun, meskipun AS menarik diri dari kebijakan hijau, Uni Eropa masih berkomitmen terhadap European Green Deal dengan target netralitas karbon pada 2050.

China juga terus berinvestasi besar-besaran dalam EBT, meskipun ketergantungannya pada batu bara masih sangat tinggi.

Ke depan, dampak dari disrupsi energi berpotensi membagi-bagi dunia ke dalam tiga blok, yakni China, Amerika dan sisanya.

China memfokuskan pengembangan EBT yang masif, AS memilih bersikap kembali ke masa lalu (Migas), sedangkan Uni Eropa dalam posisi wait and see namun masih tetap berkomitmen pada agenda hijau.

Baca juga: Setelah PLTS Booming, China Bakal Pangkas Subsidi Energi Bersih

Sumber EBT, baterai, hidrogen hijau dan AI ditengarai ke depan akan memimpin, sedangkan lainnya akan tertinggal. Di sektor transportasi, pengembangan mobil listrik (EV) dan infrastruktur seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), perlu dipercepat pembangunannya.

Dengan cadangan nikel yang berlimpah, Indonesia berpotensi menjadi pusat utama produksi baterai kendaraan listrik dunia.

Bagi Indonesia, sikap kebijakan energi AS di atas tidak menjadi kendala utama, mengingat Indonesia memiliki sumber energi yang beragam.

Selain itu, Indonesia juga masih mengimpor LNG dan LPG dari AS dengan harga yang kompetitif.

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor LPG dan meningkatkan efisiensi distribusi gas, pembangunan infrastruktur jaringan gas kota (city gas) perlu dipercepat. Seperti halnya pasokan air dari PDAM yang mengalir ke rumah, gas juga dapat didistribusikan utamanya di kota-kota besar.

Kesimpulannya, sejarah menunjukkan bahwa negara pengimpor minyak dengan teknologi unggul lebih diuntungkan daripada negara pengekspor.

Baca juga: Tekan Emisi, Empat Sektor Industri Ini Didesak Pasang Teknologi CCU

Untuk mengejar ketertinggalan, Indonesia harus meningkatkan anggaran riset dan memastikan inovasi teknologi lokal masuk ke dalam tata niaga domestik dan global.

Negara maju menguasai teknologi energi karena telah berinvestasi besar dalam riset dan inovasi teknologi. Pemerintah perlu mendorong regulasi yang memberi insentif bagi perusahaan yang mengembangkan dan menerapkan teknologi energi lokal.

Kebijakan riset dan pengembangan teknologi harus menjadi prioritas agar Indonesia tidak sekadar menjadi pasar dari produk impor, tetapi menjadi pemain utama dalam industri energi.

“Tanpa inovasi, Indonesia cuma bisa menonton tiga raksasa dunia berebut panggung energi. Tapi tenang, masih bisa tepuk tangan... atau kita ganti profesi saja jadi komentator?”

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
LSM/Figur
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Pemerintah
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
LSM/Figur
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
LSM/Figur
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
LSM/Figur
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Pemerintah
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
Pemerintah
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
LSM/Figur
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Pemerintah
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Pemerintah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
Pemerintah
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau