"Kami melakukan baseline study terlebih dahulu untuk memastikan nanas cocok ditanam di sini," ungkap Sainab.
Baca juga: Vale Indonesia Ubah Limbah Nikel Jadi Berkah lewat Inisiatif Sirkular
Ditanam secara organik, tanpa pestisida kimia, bibit-bibit nanas tersebut bertumbuh sangat baik. Ukuran dan bobotnya bahkan jauh lebih besar melebihi nanas dari daerah asalnya.
Ketua Kelompok Tani Ponda'ta Yohanis Gusti mengungkapkan bahwa buah nanas terbesar yang pernah dipanen mencapai 7 kilogram. Nanas dijual Rp 15.000 per kilogram dan laris manis di pasaran lokal.
"Konsumsi masyarakat terhadap nanas sangat tinggi. Kami belum bisa ekspor karena stok masih terbatas," tutur Yohanis.
Kini, dari 50 hektare lahan kritis yang ada di Desa Tabarano, 5 hektare di antaranya telah disulap menjadi kebun nanas bernama Ponda’ta. Dari 15.000 bibit yang diberikan, sekarang ada 26.000 pohon nanas yang tumbuh subur di kebun tersebut.
Baca juga: PT Vale Indonesia Sabet Lestari Award 2025 untuk Program Kehati Lutim Bersinergi
Program nanas di Desa Tabarano menciptakan efek berganda. Tidak hanya menyulap lahan tidur jadi produktif kembali, tapi juga memberdayakan kelompok rentan ekonomi dan perempuan.
Sehari-harinya, kegiatan berkebun dilakukan oleh Kelompok Tani Ponda'ta yang beranggotakan 17 petani. Sebagian dari mereka berasal dari kelompok rentan ekonomi.
Salah satu anggota Kelompok Tani Ponda’ta, Rafael, menuturkan manfaat langsung dari program nanas yang ada di Desa Tabarano. Pria berusia 60 tahun ini adalah pensiunan kontraktor Vale. Sempat tidak bekerja beberapa waktu, ia ditawari bergabung ke kelompok tani atas ajakan kepala desa.
Dari situ, Rafael kini bisa mendapatkan penghasilan tetap Rp 1,5 juta per bulan.
Baca juga: Vale Indonesia Lakukan Reklamasi 3.791 Hektare Lahan Tambang di Sulsel
“Perbedaan dari segi penghasilannya, beda memang,” ucapnya.
Selain itu, Rafael menilai, program nanas di Desa Tabarano sangat baik untuk jangka panjang, tidak hanya untuknya, tapi juga untuk anak cucu masyarakat desa.
Meski demikian keberhasilan panen nanas bukan tanpa tantangan. Justru, hal ini memunculkan tantangan baru, yaitu daya tahan buah yang terbatas. Nanas segar hanya bertahan seminggu sebelum rusak. Untuk mengatasi hal ini, dibentuk kelompok pengolah produk turunan nanas yang beranggotakan 12 perempuan ibu rumah tangga.
Salah satu anggota kelompok, Gilda Melyani, bercerita tentang awal mula keterlibatan mereka. Kelompok ini terbentuk pada awal 2024, setahun setelah penanaman nanas dimulai. Tujuannya, untuk mendukung kesuksesan program desa.
Baca juga: Menilik Pertanian Organik di Wasuponda Sulawesi Selatan
Beruntung, kata Gilda, PT Vale Indonesia turut mendampingi. Perusahaan memberikan pelatihan diversifikasi produk turunan nanas kepada kelompok perempuan ini. Mereka belajar membuat dodol nanas, selai, sirup, asinan, hingga keripik nanas. Vale juga membantu pengurusan sertifikasi halal dan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT).
Meski tantangannya adalah pasokan buah nanas yang belum banyak, Gilda tetap optimistis bahwa kegiatan ini akan memberikan manfaat jangka panjang.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya