JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi sebagian wilayah Indonesia mulai beralih dari musim kemarau menuju musim hujan ditandai dengan meningkatnya curah hujan di berbagai daerah. Pada awal Oktober ini, hujan kerap terjadi pada sore hingga malam hari di mana cuaca panas di pagi sampai siang hari.
BMKG menjelaskan, sinar matahari memicu pertumbuhan awan konvektif terutama awan cumulonimbus (Cb) yang menyebabkan hujan intensitas sedang hingga lebat, berdurasi singkat, bersifat lokal, dan berpotensi disertai petir, angin kencang, bahkan hujan es.
"Dalam beberapa hari terakhir, BMKG mencatat curah hujan lebat hingga sangat lebat di beberapa wilayah seperti Ternate, Maluku Utara; Manado, Sulawesi Utara; dan Poso, Sulawesi Tengah," tulis BMKG dalam keterangannya, Kamis (9/10/2025).
Angka dipole mode index (DMI) yang bernilai negatif berkontribusi terhadap peningkatan pembentukan awan hujan terutama di wilayah Indonesia bagian barat. Di samping itu, propagasi gelombang kelvin dan rossby ekuator turut memperkuat labilitas atmosfer.
Baca juga: Perubahan Iklim Picu Pohon di Hutan Hujan Amazon Tumbuh Lebih Besar
BMKG memerinci selama periode 10 Oktober-16 Oktober 2025 cuaca di Indonesia didominasi hujan ringan hingga lebat. Wilayah yang perlu waspada yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Lalu, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua, serta Papua Selatan.
Hujan dengan intensitas lebat yang dapat disertai kilat atau petir dan angin kencang juga dapat terjadi.
Oktober juga menjadi tanda bahwa masyarakat harus mewaspadai potensi kebakaran hutan dan lahan atau karhutla. Berdasarkan peta sebaran titik panas pada 8 Oktober 2025 terdeteksi titik dengan tingkat kepercayaan tinggi di Kalimantan bagian tengah dan selatan (18 titik) dan Nusa Tenggara (delapan titik). Selain itu, di Jawa (dua titik) dan Maluku (satu titik).
Baca juga: Titik Karhutla 2025 Terbanyak di Kalbar, Kontributor Terbesar dari Pembukaan Lahan Sawit
"Kondisi ini menunjukkan potensi kebakaran hutan dan lahan masih perlu diwaspadai, khususnya di wilayah dengan lahan kering dan vegetasi yang mudah terbakar," ucap BMKG.
Melihat potensi tersebut, masyarakat diimbau tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat, angin kencang, dan kilat/petir yang dapat memicu banjir, genangan, maupun longsor dalam sepekan ke depan. Sedangkan masyarakat yang dekat dengan titik panas harus menghindari pembakaran terbuka.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya