Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Perubahan Iklim Dirasakan Indonesia, Kekeringan dan Hujan Ekstrem Meningkat

Kompas.com - 02/02/2024, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Berdasarkan kajian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), perubahan iklim menyebabkan cuaca ekstrem seperti kekeringan dan hujan meningkat signifikan di Indonesia.

Peneliti Ahli Utama Klimatologi dan Perubahan Iklim, Pusat Riset Iklim, dan Atmosfer BRIN Erma Yulihastin mengatakan, Pulau Sumatera bagian tengah dan selatan mengalami kekeringan dan hujan ekstrem.

Sedangkan Kalimantan bagian tengah, timur, dan selatan diprediksi akan mengalami kekeringan kering di masa mendatang.

Baca juga: Kebijakan dan Aksi Iklim Indonesia Dinilai Sama Sekali Tidak Memadai

Wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) yang terletak di Kalimantan Timur juga diprediksi mengalami kekeringan kering di masa mendatang.

Sedangkan Kalimantan bagian barat diproyeksikan mengalami hari-hari yang lebih basah.

"Untuk Pulau Jawa, sebagian besar wilayah terancam mengalami suhu maksimum yang lebih tinggi dan suhu minimum yang lebih rendah khususnya untuk pantura Jawa Timur," kata Erma dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (31/1/2024).

Berdasarkan kajian tersebut, Erma mengusulkan agar Indonesia membentuk Komite Cuaca Ekstrem karena dampak perubahan iklim nyata dirasakan di Indonesia.

Baca juga: Kinerja Aksi Iklim Indonesia Dinilai Jeblok oleh Pemantau Global

Menurutnya, perlu dibangun kolaborasi yang erat lintas lembaga sepert BRIN, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), pemerintah daerah (pemda), sukarelawan, dan media dalam sebuah forum bersama.

Hal tersebut sebagai bagian dari langkah strategi nasional melakukan mitigasi dan antisipasi dampak cuaca ekstrem yang semakin meluas akibat perubahan iklim.

"Di luar negeri, kita dapat mencontoh negara-negara federal di Amerika Serikat (AS) yang memiliki Komite Khusus Cuaca Esktrem beranggotakan ilmuwan, prakirawan, politisi yang merupakan wakil pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat, serta menggandeng media, LSM dan relawan," jelasnya.

Erma menyebutkan, komite ini bisa dibuat dalam sebuah program strategis nasional yang sebenarnya juga diinisiasi oleh World Meteorological Organization (WMO).

Tujuan utama dari komite tersebut tak sekadar memperkuat hilirisasi informasi peringatan dini cuaca ekstrem semata, tapi juga melakukan edukasi secara intensif dan meluas kepada publik.

Baca juga: Mencari Gagasan Memperkuat Ketahanan Pangan di Tengah Krisis Iklim

Erma menuturkan, melalui komite tersebut juga dapat dirumuskan program-program penting untuk edukasi publik.

Selain itu, komite tersebut juga dapat membangun simpul-simpul sukarelawan yang efektif dan berdaya jangkau luas dengan keterlibatan yang signifikan, serta secara aktif bekerja terus menerus dalam membangun kesadaran publik.

Dia menambahkan, cuaca ekstrem berbeda dengan jenis bencana alam lain seperti gempa dan tsunami.

Pasalnya, cuaca ekstrem adalah jenis bencana alam yang paling dinamis dan paling sering terjadi sehingga butuh terus-menerus untuk up to date.

"Bahkan informasi prediksi cuaca ekstrem pun harus terus-menerus diperbarui idealnya dua kali dalam sehari, mengikuti dinamika cuaca yang berubah-ubah setiap waktu," ungkap Erma.

Baca juga: Cak Imin Tuding Pemerintah Belum Serius Tangani Krisis Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com