KOMPAS.com - Badan Pangan Nasional (Bapanas) atau National Food Agency (NFA) menerbitkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pola Pangan Harapan (PPH) sebagai salah satu upaya mengakselerasi keberagaman konsumsi pangan.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi pada Minggu (4/6/2023) menyampaikan, keberagaman konsumsi pangan erat kaitannya dengan konsumsi pangan yang berkualitas.
Sehingga memenuhi angka kecukupan gizi dan energi," kata Arief, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Disebut Efektif Tangani Food Waste, Gerakan Selamatkan Pangan Diperluas
Arief menuturkan, penerbitan Perbadan tersebut juga bertujuan agar keberagaman konsumsi dapat menekan ketergantungan terhadap komoditas pangan tertentu, khususnya komoditas pangan yang masih mengandalkan impor.
PPH sendiri merupakan suatu metode yang digunakan untuk menilai jumlah dan komposisi atau ketersediaan pangan.
Hasil penilaiannya berupa nilai atau skor yang diperoleh melalui pengumpulan, pengolahan, dan analisis data konsumsi pangan 9 kelompok pangan PPH.
Kesembilan kelompok pangan PPH itu meliputi padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, buah atau biji berminyak, minyak dan lemak, kacang-kacangan, gula, sayuran dan buah, dan aneka bumbu dan bahan minuman.
Baca juga: HUT Ke-3, Indonesian Gastronomy Community Angkat Isu Pangan Lokal hingga Stunting
Idealnya, tubuh harus mendapatkan asupan ketiga fungsi zat gizi tersebut dengan porsi seimbang atau masing-masing sebanyak 33,3 persen.
Dengan dilakukannya penghitungan skor PPH setiap tahun, bisa mengetahui berada di posisi mana kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia.
"Apakah sudah seimbang atau masih dominan pada satu kelompok pangan saja," ucap Arief.
Arief menambahkan, Perbadan tersebut disiapkan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah kabupaten atau kota dan provinsi untuk menilai jumlah dan komposisi pangan berdasarkan PPH di wilayahnya masing-masing.
Baca juga: Krisis Pangan Bisa Picu 345 Juta Orang Kelaparan
Untuk itu, setiap tahun pemerintah daerah bisa mengetahui bagaimana pola konsumsi masyarakat di daerahnya yang tergambar dalam skor PPH kabupaten atau kota dan provinsi.
“Untuk daerah, penetapan hasil penilaiannya dilakukan oleh pemimpin daerah masing-masing, Gubernur atau Bupati atau Walikota, sedangkan di tingkat nasional penetapan dilakukan oleh Kepala Badan Pangan disampaikan kepada Presiden,” terangnya.
Arief memastikan, dalam proses penilaian PPH ini pihaknya membentuk tim yang melibatkan unsur kementerian atau lembaga terkait serta akademisi dan pakar.
Pasalnya, menurut Arief PPH sangat penting dan mendasar bagi tata kelola pangan serta dapat digunakan sebagai evaluasi situasi kebijakan konsumsi pangan.
Baca juga: Bangun SDM, Transformasi Sistem Pangan Diperlukan
"Selain itu juga sebagai dasar perencanaan konsumsi, penyediaan, dan produksi pangan, serta sebagai referensi penelitian dan pengembangan pangan nasional," ucapnya.
Adapun Untuk skor PPH Indonesia tahun 2022 di angka 92,9 dari target 92,8.
Dengan rincian padi-padian mencapai skor PPH sebesar 56,6 dari target Angka Kecukupan Gizi (AKG) ideal 50, umbi-umbian 2,6 dari target AKG ideal 6.
Lalu pangan hewani 12 dari target AKG ideal 12, minyak dan lemak 11,9 dari target AKG ideal 10, buah atau biji berminyak 0,9 dari target AKG ideal 3, kacang-kacangan 3,3 dari target AKG ideal 5,
Selanjutnya gula 3,4 dari target AKG ideal 5, sayuran dan buah 5,8 dari target AKG ideal 6, dan lainnya (aneka bumbu dan bahan minuman) 2,4 dari target AKG ideal 3.
Baca juga: Millennial Smartfarming, Dukungan BNI terhadap Ketahanan Pangan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya