Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 15 Juni 2023, 06:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kualitas udara Jakarta dalam beberapa hari ini terpantau buruk dan tidak sehat. Hal ini tecermin dari indeks kualitas udara atau Air Quality Index (AQI) dengan polusi yang mencapai PM2.5.

Menurut data AQI, selama empat hari berturut-turut kualitas udara ibu kota negara ini terus memburuk. Bahkan sejak Minggu 11 Juni 2023 hingga Selasa 13 Juni 2023, kualitas udara Jakarta tidak sehat bagi kelompok sensitif. 

Sementara hari Rabu 14 Juni 2023 Indeks AQI mencapai 153 dengan polutan utama PM2.5 dengan tingkat polusi tidak sehat.

Lantas, apa yang harus dilakukan?

Pengamat Tata Kota dan Lingkungan Universitas Trisakti Nirwono Joga memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, bahwa kota metropolitan ini harus fokus pada pembenahan transportasi yang menjadi penyebab polusi sebesar 46 persen.

Baca juga: 6 Taman Nasional Indonesia yang Jadi Situs Warisan Dunia UNESCO

Menurut Nirwono, salah satu pembenahan transportasi tersebut adalah dengan menerapkan kebijakan pembatasan kendaraan pribadi melalui perluasan ganjil-genap mobil dan motor se-Jabodetabek baik berbasis energi fosil maupun listrik.

Kemudian menerapkan parkir elektronik progresif, mewajibkan kendaraan lolos uji emisi, mewajibkan pembangunan garasi atau parkir komunal bagi pemilik gedung, dan mendorong integrasi seluruh transportasi publik melalui manajemen yang transparan dan profesional, sistem ticketing, strategi harga, dan infrastruktur penghubung.

"Hal ini juga harus didukung oleh pengembangan trotoar dan tata ruang permukiman di sekitar halte, stasiun, dan terminal agar penduduk Jakarta merasa aman dan nyaman berjalan kaki dan atau menggunakan transportasi publik," ucap Nirwono menjawab Kompas.com, Rabu (14/6/2023).

Rekomendasi strategis lainnya yang harus dilakukan Pemprov DKI Jakarta adalah penghentian dan pengalihan pembangkit listrik batubara dan diesel secara bertahap ke energi baru terbarukan (EBT) berupa energi surya atau hidro.

Baca juga: Dari Mana Saja Sumber Polusi Udara Jakarta?

"Polusi dari energi batubara dan diesel ini menjadi penyebab 31 persen polusi udara Jakarta," cetus NIrwono.

Jika ini berhasil, maka setidaknya sebanyak 77 persen sumber polusi udara bisa terselesaikan.

Namun, menurut Nirwno, upaya-upaya tersebut belum cukup. Pemprov DKI Jakarta harus mendukungnya dengan memperluas ruang terbuka hijau (RTH) yang memadai.

Mengutip catatan Dinas Pertamanan dan Kehutanan DKI Jakarta, RTH Jakarta hanya naik sedikit dari 9,8 persen (tahun 2012) menjadi 9,98 persen (pada 2022) dari total luas wilayah 661,5 kilometer persegi.

Sayangnya, Nirwono tidak melihat ada penambahan RTH signifikan hingga saat ini. Pada era Anies Baswedan saat menjabat sebagai gubernur, lebih banyak merevitalisasi taman-taman eksisting seperti Tebet Eco Park dan Program Taman Maju Bersama untuk menngantikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).

Baca juga: 7 Cara Mengurangi Polusi Udara yang Berbahaya bagi Kesehatan

"Belum ada terobosan yang berarti," cetus Nirwono.

Padahal, gubernur sekarang bisa melakukan lebih banyak tindakan untuk menggenjot perluasan RTH Jakarta. Dari citra satelit menunjukkan, Jakarta masih memiliki potensi RTH publik 14 persen dan 16 persen potensi RTH privat.

Rinciannya; potensi RTH publik mencakup bantaran 13 sungai, 13 koridor rel Kereta utama, kolong jalan/jembatan layang, 109 situ/danau/embung/waduk, 20 waduk baru hingga 2030, serta pesisir pantai utara.

Sementara potensi RTH privat meliputi lahan-lahan terbengkalai atau dalam sengketa di koridor Thamrin-Sudirman, taman perkantoran, pusat perbelanjaan, taman rumah di Kebayoran, Menteng, Pondok Indah, 

"Jika itu dilakukan, Jakarta bisa memiliki 30 persen RTH. Hal ini sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang mewajibkan sebuah kota memiliki 30 persen RTH dari total luas wilayah," tuntas Nirwono.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
LSM/Figur
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Swasta
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Pemerintah
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
Pemerintah
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Swasta
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
LSM/Figur
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
LSM/Figur
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau