KOMPAS.com – China berada di jalur yang tepat dalam melipatgandakan pembangkit listrik tenaga bayu dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) pada 2025 atau lima tahun lebih awal dari target 2030.
China juga diperkirakan akan menghasilkan energi listrik sebesar 1.200 gigwatt (GW) dari PLTB dan PLTS pada 2025 jika semua calon pembangkit dibangun dan dioperasikan.
Prediksi tersebut disampaikan berdasarkan studi dari Global Energy Monitor, sebagaimana dilansir CNN, Jumat (30/6/2023).
Baca juga: Daftar Negara Dunia dengan PLTS Terbesar, China Nomor Satu
Saat ini pun, kapasitas terpasang PLTS Cina bahwa lebih besar dari seluruh PLTS di dunia jika digabungkan. Selain itu, kapasitas terpasang PLTB, baik di darat maupun lepas pantai, telah berlipat ganda sejak 2017.
Manajer proyek di Global Energy Monitor Dorothy Mei mengatakan, lonjakan kapasitas terpasang PLTS dan PLTB di China mencengangkan.
Menurut Global Energy Monitor, suburnya perkembangan enegri terbarukan di “Negeri Panda” tak lepas dari kombinasi dari aturan yang ambisius dan insentif yang diberikan.
Pada 2020, China telah berjanji akan menjadi negara yang netral karbon pada 2060.
Baca juga: PLTS Terapung Jadi Salah Satu Solusi Keterbatasan Lahan
Meski memimpin dalam pengembangan energi terbarukan, China tetaplah penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar di dunia. China juga meningkatkan produksi batu baranya.
Peneliti Global Energy Monitor Martin Weil menuturkan, batu bara masih memegang kekuasaan sebagai sumber daya yang dominan di China.
“Negara (China) membutuhkan kemajuan yang lebih berani dalam penyimpanan energi dan teknologi hijau untuk masa depan energi yang aman,” kata Weil.
Menurut kajian Center for Research on Energy and Clean Air dan Global Energy Monitor, izin proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di China bahkan dipercepat tahun lalu.
Baca juga: Berapa Lama Masa Pakai PLTS?
Masih ketergantungannya China terhadap batu bara menimbulkan tantangan yang berat terhadap target energi hijau global.
Di sisi lain, penasihat kebijakan senior di lembaga think tank iklim E3G Byford Tsang mengatakan kepada CNN, cepatnya pengembangan PLTS dan PLTB di China merupakan tanda positif.
“China dengan cepat dan berhasil meningkatkan penerapan energi terbarukan dan telah menjadi investor terbesar dalam energi terbarukan secara global. Ini adalah penyebab dan konsekuensi dari turunnya biaya energi terbarukan dengan cepat dibandingkan dengan tenaga batu bara,” ucap Tsang.
Tsang berharap, energi terbarukan yang relatif murah akan membujuk China untuk menghentikan ketergantungannya terhadap batu bara.
Baca juga: Hingga Mei, PLTS Atap PLN Diserap 7.075 Pelanggan dengan Total 95 MW
“Kemampuan China untuk membangun dan menggunakan energi terbarukan yang tumbuh di dalam negeri dengan biaya kompetitif dengan kecepatan dan skala lebih lanjut mempertanyakan kelayakan ekonomi proyek batu bara baru di masa depan,” kata Tsang.
Pada 2021, International Energy Agency (IEA) mewanti-wanti bahwa jika dunia tidak ingin suhu bumi naik 1,5 derajat celsius, jangan ada lagi PLTU batu bara yang hendak dibangun.
Selain itu, jangan ada lagi proyek pengembangan minyak dan gas baru di seluruh dunia.
Baca juga: Potensi PLTS Atap Indonesia Tembus 32,5 Gigawatt
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya