Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/08/2023, 19:30 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Pelan tapi pasti, selama delapan tahun berjalan, sudah ada 150 unit bank sampah yang tersebar di berbagai kelurahan di Solo. Masing-masing memiliki nama sendiri.

Unit bank sampah tersebut bermacam-macam, mulai dari satu RW, beberapa RT, bahkan beberapa RW, tergantung kesepakatan para nasabah dan pembentukan pengurus.

Pada awal tahun 2023, terbentuklah bank sampah induk bernama Bank Sampah Induk Kerja Nyata.

Kehadirannya untuk mengoordinasi bank sampah-bank sampah unit sekaligus melebarkan sayap ke daerah lain. Denok ditunjuk sebagai direkturnya.

Baca juga: 7 Cara Kreatif Mendaur Ulang Sampah di Rumah

Kendala bukan hambatan

Salah satu kendala dalam mengembangkan bank sampah adalah ketersediaan lahan. Biasanya, bank sampah memerlukan area yang cukup luas untuk menampung sampah dan armada pengangkut.

Akan tetapi, kendala lahan diatasi dengan cara memanfaatkan tempat yang ada seperti pos kemanan lingkungan sebagai bank sampah portable.

“Solo enggak punya (banyak) lahan. Tapi kami harus bergerak meski kita tidak punya lahan. Lalu warga setor sampah, di mana? Bisa di dumah Pak RT, posyandu (pos pelayanan terpadu) , poskamling, di bawah pohon beringin, rumah pak RW, semua bisa dipakai (menjadi) bank sampah,” papar Denok.

Sementara itu, untuk mengatasi kendala armada pengangkut, jaringan bank sampah tersebut telah bekerja sama dengan pengepul sampah untuk mengambil sampah dari bank sampah.

Biasanya, bank sampah unit beroperasi setiap dua pekan sekali dengan jam kerja selama dua jam.

Baca juga: Hemat Uang Belanja, Tempat Sampah Ini Bisa Anda Buat Sendiri

Dalam kurun waktu itu, para nasabah menyetorkan sampah anorganik yang sudah dipilah, ditimbang, dihitung nilainya, dan dicatat di dalam buku tabungan bank sampah.

Setelah semua sampah terkumpul, armada dari pengepul datang untuk mengangkutnya.

Di dalam buku tabungan nasabah bank sampah, jenis sampah yang disetor bervariasi mulai dari botol plastik, koran, kertas HVS, botol kaca, karung beras, hingga besi dan tembaga.

“Harga (sampahnya) bervariasi, mulai dari Rp 200 (per kilo) untuk botol kaca hingga Rp 16.000 (per kilo) untuk besi,” ujar Denok.

Denok menerangkan, transaksi dari 150 bank sampah bisa mencapai rata-rata Rp 60 juta sampai Rp 75 juta per bulannya.

Baca juga: Kurangi 30 Persen Sampah Plastik, Waste Station Hadir di RDTX Place

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com